SEJARAH PEREKONOMIAN INDONESIA
Indonesia adalah
negara yang memiliki letak geografis yang sangat strategis, karena berada di
antara dua benua (Asia dan Eropa) serta dua samudra (Pasifik dan Hindia),
sebuah posisi yang strategis dalam jalur pelayaran perdagangan antara benua. Perdagangan saat itu mengenal sebutan
jalur sutra laut, yaitu jarur dari Tiongkok dan Indonesia yang melalui Selat
Malaka menuju ke India. Perdagangan laut antara India, Tiongkok, dan Indonesia
dimulai pada abad pertama sesudah masehi, demikian juga hubungan Indonesia
dengan daerah-daerah di Barat (Kekaisaran Romawi). Perdagangan di masa
kerajaan-kerajaan tradisional disebut oleh Van Leur mempunyai sifat kapitalisme
politik, dimana pengaruh raja-raja dalam perdagangan itu sangat besar. Misalnya
di masa Sriwijaya, saat perdagangan internasional dari Asia Timur ke Asia Barat
dan Eropa, mencapai zaman keemasannya. Raja-raja dan para bangsawan mendapatkan
kekayaannya dari berbagai upeti dan pajak. Tak ada proteksi terhadap jenis
produk tertentu, karena mereka justru diuntungkan oleh banyaknya kapal yang
lewat di daerah mereka.
Sejarah
Perekonomian Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 3 masa, yaitu:
A. Masa Orde Lama
Pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Namun demikian, tidak berarti dalam prakteknya Indonesia sudah bebas dari belanda
dan bisa memberi perhatian sepenuhnya pada pembangunan ekonomi. Pada
tahun-tahun pertama setelah kemerdekaan indonesia keadaan ekonomi Indonesia
sangat buruk,ekonomi nasional boleh dikatakan mengalami stagflasi. Defisit
saldo neraca pembayaran dan defisit keuangan pemerintah sangat besar,kegiatan
produksi disektor pertanian dan sktor industri manufaktur praktis terhenti.
Tingkat inflasi sangat tinggi ,hingga mencapai lebih dari 500% menjelang akhir
periode orde lama. Semua ini disebabkan oleh berbagai macam faktor,yang penting ,dan diantaranya adalah pendudukan jepang, perang dunia II, perang revolusi, manajemen
ekonomi makro yang sangat jelek.
Pernah dikatakan bahwa indonesia
pernah mengalami sistem politik yang sangat demokratis. Yakni pada periode
1949-1956. Akan tetapi, sejarah Indonesia menunjukkan bahwa sistem politik
demokrasi tersebut ternyata menyebabkan kehancuran politik dan pereknomian
nasional. Akibat terlalu banyaknya pastai politik yang ada dan semuanya ingin
berkuasa,sehingga menimbulkan banyak konflik antar partai. Konfik tersebut
berkepanjangan sehingga tidak memberi sedikitpun kesempatan untuk membentuk
suatu kabinet yang solid yang dapat bertahan hingga pemilihan umum berikutnya.
Pada masa politik demokrasi itu,tercatat dalam sejarah bahwa rata-rata umur
kabinet hanya sekitar 2 tahun saja.
Selama
periode 1950-an struktur ekonomi Indonesia masih peninggalan
kolonialisme. formal/modern,seperti pertambangan,distribusi,transportasi,bank,dan
pertanian yang komersi ,yang memiliki konstribusi lebih besar daripada sektor
informal/tradisional atau output
nasional atau produk domestik
bruto (PDB) di dominasi oleh perusahaan-perusahaan asing tersebut
relatif lebih padat kapital dibanding kegiatan-kegiatan ekonomi yang didominasi
oleh pengusaha pribumi dan beralokasi di kota-kota besar seperti jakarta dan
surabaya.
Keadaan ekonomi indonesia,terutama setelah
dilakukan nasionalisme terhadap semua perusahaan asing ditanah air, termasuk perusahaan perusahaan milik Beland, di
tambah lagi dengan peningkatan laju inflasi yang sangat tinggi pada dekade
1950-an. Pada masa pemerintahan Belanda Indonesia memiliki laju pertumbuhan
ekonomi yang cukup baik dengan tingkat inflasi yang snagat rendah dan stabil.
Selain kondisi politik didalam
negeri yang tidak mendukung buruknya
perekonomian indonesia pada masa pemerintahan orde lama juga disebabkan oleh
keterbatasan faktorfaktor produksi. Seperti orangorang dengan tingkat kewirausahaan dan kapabilitas manajemen yang tinggi,tenga kerja dengan pendidikan keterampilan
yang tinggi, dana (khususnya untuk membangun infrastruktur yang sangat
dibutuhkan oleh industri), tekhnologi, dan kemampuan pemerintah sendiri untuk
menyusun rencana dan strategi pembangunan yang baik. Menurut pengamatan higgins
sejak kabinet pertama dibentuksetelahmerdeka,pemerintahindonesia memberikan prioritas pertama terhadap stabilisasi dan pertumbuhan ekonomi,pembangunan
industri,unfikasi[1],dan rekonstruksi. Akan tetapi,
akibat keterbatasan akan faktor-faktor tersebut diatas dan dipersulit lagi oleh
kekacauan politik nasional pada masa itu, akhirnya pembangunan atau bahkan
rekonstruksi ekonomi indonesia setelah perang tidak pernah terlaksana dengan
baik.
a. Masa
pasca kemerdekaan (1945-1950)
Keadaan
ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk karena inflasi yang
disebabkan oleh beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali.
Pada oktober 1946 pemerintah RI mengeluarkan ORI (Oeang Republik Indonesia)
sebagai pengganti uang jepang.namun adanya blockade ekonomi oleh belanda dengan
menutup pintu perdagangan luar negri mengakibatkan kekosongan kas Negara.
b. Masa
demokrasi liberal (1950-1957)
Perekonomian
diserahkan sepenuhnya pada pasar, padahal pengusaha pribumi masih belum mampu
bersaing dengan pengusaha non-pribumi. Pada akhirnya hanya memperburuk kondisi
perekonomian Indonesia.
c. Masa
demokrasi terpimpin
Sebagai
akibat dekrit presiden 5 juli 1959, maka Indonesia menjalankan system demokrasi
terpimpin dan terstruktur ekonomi Indonesia menjurus pada system etatisme
(segalanya diatur pemerintah) namun lagi-lagi system ini belum mampu
memperbaiki keedaan ekonomi Indonesia.
B. Masa Orde Baru
Tepatnya sejak bulan maret 1966
indonesia memasuki pemerintahan orde baru. Berbeda dengan pemerinthan orde
lama, dalam era orde baru ini ,perhatian pemerintah lebih ditujukan pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat lewat pembangunan ekonomi dan sosial ditanah
air. Pemerintahan orde baru menjalin kembali hubungan baik dengan pihak barat
dan menjauhi pengaruh odeologi komunis. Indonesia juga kembali menjadi anggota
PBB dan lembaga-lmbga dunia lainnya, seperti bank dunia dana moneter
internasioal (IMF).
Sebelum rencana pembangunan lewat
repelita dimulai, terlebih dahulu pemerintah melakukan pemulihan stabilitas
ekonomi,sosial,dan politik,serta rehabilitasi ekonomi dalam negeri. Sasaran
dari kebijakan tersebut terutama adalah untuk menekan kembali tingkat inflasi,mengurangi
defisit keuangan pemerintah,dan menghidupkan kembali kegiatan produksi,termasuk
ekspor yng sempat mengalami stagnasi pada masa orde lama. Usaha pemerintah
tersebut ditambah lagi dengan penyusunan rencana pembangunan 5 tahun (repelita)
secara bertahap dengan target-target
yang jelas sangat dihargai negara-negara barat. Menjelang akhir tahun 1960-an
atas kerja sama dengan bank dunia IMF,dan ADB ( bank pembangunan Asia)
dibentuk suatu
kelompok konsorsiumnter-government group on indonesia ( IGGI) Yang terdiri atas sejumlah negara
maju,termasuk negara jepang dan belanda,dengan tujuan membiayai pembangunan
ekonomi di Indonesia. Boleh dikatakan bahwa pada saat itu indonesia sangat
beruntung. Dalam waktu yang relatif pendek setelah melakukan sistem politiknya
secara drastis, dari yang “pro” menjadi “anti”
komunis, indoensia bisa mendapat bantuan dana dari pihak barat. Pada
saat itu memang indonesia merupakan satu-satunya negara yang sangat anti
komunis dan sedang berusaha secara serius melakukan pembangunan ekonominya yang
kelihatan jelas dimata kelompok barat. Pada saat itu belum ada krisi hutang
luar negeri ( ULN) dari kelompok LDCs[2][4] seperti pada tahun 1980-an,sehingga boleh dikatakan bahwa
perhatian bank dunia pada saat itu dapat diputuskan sepenuhnya kepada
indonesia.
Tujuan
jangka panjang dari pembangunan ekonomi di indonesia pada masa orde baru adalah
meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui suatu proses indutrialisasi dalam
skala besar yang pada saat itu dianggap sebagai satu-satunya cara yang pling
tepat dan efektif untuk menanggulangi
masalah-masalah ekonomi,seperti kesempatab kerja dan defisit neraca pembayarn.
Dengan kepercayaan yang penuh bahwa akan ada efek “cucuran kebawah” ,pada
awalnya pemerintah memusatkan pembangunan di sektor-sektor tertentu yang secara
potensial dapat menyumbangkan nilai tambah yang besar dalam waktu yang tidak
panjang dan hanya dipulau jawa, karena pada saat itu fasilitas-fasilitas
infrastruktur dan SDM relatif lebih baik dibandingkan di provinsi-provinsi lainnya
diluar pulau jawa. Dengan
sumber dana yang terbatas pada saat itu dirasa sangat sulit untuk memperhatikan
pertumbuhan dan pemerataan pada waktu yang bersamaan.
Pada bulan April 1969 repelita I
(rencana pembangunan lima tahun pertama) dimulai dengan peneknan utama pada
pembangunan sektor pertanian dan industri-industri yang terkait, seperti
agroindustri. Strategi pembangunan dan kebijakan ekonomi pada repelita I
terpusatkan pada pembangunan industri-industri yang dapat menghasilkan devisa
lewat ekspor dan subsitusi impor, industri-industri yang memproses bahan-bahan
baku yang tersedia di dalam negeri, industri-industri yang padat karya,
industri-industri yang mendukung pembangunan regional, dan juga
industri-industri dasar seperti pupuk, semen, kimia dasar, pulp, kertas dan
tekstil.
Sebelum
pembangunan dilanjutkan pada tahap berikutnya, yakni tinggal landas mengikuti
pemikiran Rostow dalam stage of growth-nya, selain stabilisasi, rehabilitasi,
dan pembangunan yang menyeluruh pada tahap dasar, tujuan utama pelaksanaan
repelika I adalah untuk membuat Indonesia menjad swasembada, terutama dalam
kebutuhan beras. Hal
ini dianggap sangat penting, mengingat penduduk Indonesia sangat besar, dengan
pertumbuhan rata-rata per tahun pada saat itu sekitar 2,5% dan stabilitas
politik juga sangat tergantumg pada kemampuan pemerintah menyediakan makanan
pokok bagi masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah melakukan
program penghijauan (revolusi hijau) di sektor pertanian. Dengan dimulainya
penghijauan tersebut, sektor pertanian nasional memasuki era modrenisasi dengan
penerapan teknologi baru, khususnya dalam pengadaan sistem irigasi, pupuk, dan
tata cara menanam.
Dampak repelita I dan
repelita-repelita berikutnya terhadap perekonomian Indonesia cukup mengagumkan,
terutama dilihat pada tingkat makro. Proses pembangunan berjalan sangat cepat
dengan laju pertumbuhan rata-rata per tahun cukup tinggi, jauh lebih baik daripada
selama orde lama, dan juga relatif lebih tinggi daripada laju rata-rata
pertumbuhan ekonomi dari kelompok LDCs. Pada awal repelita I (1969), PDB
Indonesia tercatat 2,7 triliun rupiah pada harga berlaku atau 4,8 triliun pada
harga konstan. Pada tahun 1990 mnjadi 188,5 triliun rupiah pada harga berlaku
atau 112,4 triliun rupiah pada harga konstan. Selama periode 1969-1990, laju
pertumbuhan PDB pada harga konstan rata-rata per tahun diatas 7 %.
Perubahan ekonomi struktural juga
sangat nyata selama masa orde baru bila dilihat dari perubahan pangsa PDB,
terutama dari sektor industri manufaktur meningkat setiap tahun, dari sekitar
8% (atas dasar harga berlaku) atau 7,5% (atas harga dasar konstan) pada tahun
1960 menjadi 12% lebih ( atas dasar harga berlaku) atau 15% lebih (atas dasar
konstan) pada tahun 1983. Meningkatnya kontribusi output dari sektor industri
manufaktur terhadap pembentukan/pertumbuhan PDB selama periode orde baru
mencerminkan adanya suatu proses industrialisasi atau transformasi ekonomi di
Indonesia, dari negara agraris ke negara semi industri.
Ini memang merupakan salah satu
perbedaan yang nyata dalam sejarah perekonomian Indonesia antara rezim orde
lama dengan rezim orde baru. Di dalam sektor industri manufaktur itu sendiri
juga terjadi pendalaman struktural. Walaupun prosesnya relatif lambat
dibandingkan dengan di negara-negara Asia Tenggara lainnya, seperti Thailand,
dan Malaysia tingkat diversifkasi produksi juga semakin besar dengan
dibangunnya berbagai macam industri untuk kebutuhan pasar domestik dan ekspor.
Keberhasilan
pembangunan ekonomi di Indonesia pada masa orde baru tidak saja disebabkan oleh
kemampuan kabinet-kabinet yang dipimpin oleh presiden Suharto yang jauh lebih
baik / solid dibanding masa orde lama dalam menyusun dan melaksanakan rencana,
strategi dan kebijakan pembangunan ekonomi, tetapi juga berkat penghasilan
ekspor yang sangat besar dari minyak, terutama pada periode krisis atau oil
boom pertama pada tahun 1973/1974. Selain minyak dan pinjaman luar negeri, peranan PMA
khususnya sejak pertengahan dekade 1980an terhadap proses pembangunan ekonomi
di Indonesia semakin besar. Boleh dikatakan bahwa kebijakan presiden Suharto
yang mengutamakan stabilitas ekonomi, sosial, dan politik serta pertumbuhan
ekonomi berdasarkan sistem ekonomi terbuka membuat kepercayaan pihak barat
terhadap prospek ekonomi Indonesia sangat besar dibandingkan dengan banyak LDCs
lainnya.
Proses pembangunan dan perubahan
ekonomi semakin cepat setelah sejak paruh pertama sekade 1980-1n,pemerintah
mengeluarkan berbagai paket deregulasi yang diwali disektor monneter /
perbankan yang dan disektor riil, dengan tujuan utama meningkatkan ekspor
nonmigas indonesia dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta berkelanjutan.
Dengan adanya deregulasi-deregulasi tersebut,sistem perekonomian indonesia
secara bertahap mengalami pergeseran dari yang sangat tersentralisasi (pada
periode 1970-an) menuju desentralisasi dan peranan sektor swasta semakin besar.
Akan tetapi,pada tingkat meso dan
mikro,pembangunan selama ini boleh dikatakan tidak berhasilbahkan dalam banyak
aspek semakin buruk. Jumlah kemiskinan baik absolut maupun relatif masih tinggi
dan tingkat kesenjangan ekonomi semakin besar. Bahkan menjelang khir 1990-an
kesenjangan cenderung meningkat. Sebagai reaksi pemerintah terhadap kenyataan
diatas, khususnya pada repelita ke VI,orientasi kebijakan-kebijakannya
mengalami perubahan dari penekanan hanya pada pertumbuhan ke pertumbuhan dengan
pemerataan. Untuk mengurangi tingkat kesenjangan dan kemiskinan,pemerintah
menjalankan berbagai macam program ,terutama di daerah perdesaan seperti
Program Impress Desa Tertinggal (IDT),program keluarga sejahtera,dan program
pembinaan usaha kecil.
Sejak
masa orde lama hingga berakhirnya masa orde baru dapat dikatakan indonesia
telah mengalami dua orientasi kebijakan ekonomi yang berbeda,yakni dari ekonomi
tertutup yang berorientasi sosialis pada zaman rezim soekarno ke ekonomi
terbuka berorientasi kapitalis pada masa soeharto. Perubahan orientasi kebijakan
ekonomi ini membuat kinerja ekonomi nasional pada masa orde baru menjadi lebih
baik dibandingkan pada masa pemerintahan orde lama.
Pengalaman
ini menunjukkan bahwa ada beberapa kondisi utama yang harus dipenuhi terlebih
dahulu agar suatu usaha membangun ekonomi dapat berjalan dengan baik,yaitu
sebagai berikut.
1. Kemauan
politik yang kuat
2. Stabilitas
politik dan ekonomi
3. SDM
yang lebih baik
4. Sistem politik dan ekonomi terbuka yang
berorientasi ke Barat
5. Kondisi ekonomi dan politik
dunia yang lebih baik
Tetapi
selain menghasilkan efek-efek positif,pemerintahan orde baru tetap memiliki
cacat. Biaya ekonomi yang tinggi, serta fundamentasl ekonomi yang rapuh. Hal
terakhir ini dapat dilihat antara lain pada buruknya kondisi sektor perbankan
nasional dan semakin besarnya ketergantungan indonesia terhadap modal asing,
termasuk pinjaman dan impor. Ini semua akhirnya membuat Indonesia dilanda
krisis ekonomi besar yang diawali oleh krisis nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada pertengahan tahun
1997.
C. Masa Orde Reformasi
Pada pertengahan tahun 1999
dilakukan pemilihan umum,yang akhirnya dimenangi oleh partai demokrasi
Indonesia prjuangan (PDI-P) dan golkar pada posisi kedua. KH Abdurrahman Wahid
terpilih menjadi presiden keempat dan megawati adalah wakilnya. Tanggal 20 Oktober
menjadi akhir dari pemerintahan transisi,dan awal dari pemerintahan Gus Dur
yang sering disebut juga pemerintahan reformasi.
Pada awal pemerintahan reformasi
yang dipimpin oleh presiden Gus Dur masyarakat umum dan kalangan pengusaha
serta investor,termasuk investor asing, menaruh harapan besar terhadap
kemampuan dan kesungguhan gus dur untuk membangkitkan kembali perekonomian
nasional dan menuntaskan semua permaslahan yang ada didalam negeri warisan
rezim orde baru, seperti KKN,supremasi hukum,HAM,penembakan tragedi
trisakti,semanggi I dan II,peranan abri didalam politik dan masalah
disintegrasi.
Dalam hal ekonomi, dibanding tahun
sebelum nya (1999), kondisi perekonomian indonesia mulai menunjukkan adanya
perbaikan. Laju pertumbuhan PDB mulai positif walaupun tidak jauh dari 0% dan
pada tahun 2000 proses pemulihan perekonomian Indonesia juh lebih baik
lagi,dengan laju pertumbuhan hampir mencapai 5%. Selain pertumbuhan PDB laju
inflasi dan tingkat suku bunga (SBI) juga rendah, mencerminkan bahwa kondisi mneter
didalam negeri sudah mulai stabil.
Gus Dur mulai menunjukan sikap dan
mengeluarkan ucapan-ucapan yang kontroversial dan membingungkan pelaku-pelaku
bisnis. Gus Dur cenderung bersifat diktator dan praktek KKN di lingkungannya
semakin intensif, dengan hal itu menimbulkan perseteruan dengan DPR yang
klimaksnya adalah dikeluarkannya peringatan resmi kepada Gus Dur lewat
memorandum I dan II. Dengan itu Gus Dur terancam akan diturunkan jabatannya,
jika usulan percepatan sidang istimewa MPR jadi dilaksanakan pada bulan Agustus
2001.
Selama pemerintahan gusdur, tidak
ada satupun masalah di dalam negeri yang terselesaikan dengan baik. Bergabai
kerusuhan sosial terus berlanjut. Belu lagi demonstrasi buruh semakin genjar
yang mencerminkan semakin tidak puasnya mereka terhadap kondisi perekonomian di
dalam negeri, juga pertikaian elite politik juga semakin besar. Selain itu,
hubungan pemerintah dengan IMF tidak baik.
Jika kondisi seperti ini terus
berlangsung, tidak mustahil tahun 2002 ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan
jauh lebih kecil dari tahun sebelumnya. Gus Dur dan kabinetnya tidak
menunjukkan keinginan politik yang sungguh-sungguh untuk menyelesaikan krisis
ekonomi hingga tuntas dengan prinsi “once and for all”. Pemerintah Gus Dur
cenderung menyederhanakan krisis ekonomi hanya terbatas pada agenda masalah
amandemen UU BI, masalah desentralisasi fiskal, masalah restrukturisasi hutang,
dan masalah divestasi BCA dan bank Niaga.
Fenomena rumitnya persoalan ekonomi,
ditunjukkan oleh beberapa indikator ekonomi misalnya, pergerakan indeks harga
saham gabungan atau (IHSG) antara 30 maret 2000 hingga 8 maret 2001 menunjukkan
tren ekonomi yang negatif. Indikator kedua, adalah pergerkan nilai tukar rupiah
terhadap dollar AS. Untuk menahan penurunan lebih lanjut, Bank Indonesia secara
agresif terus melakukan interfensi pemerintah. Namun, pada 12 maret 2001 ketika
Istana Presiden dikepung para demonstran yang menuntut Gus Dur mundur, nilai
tukar rupiah semakin merosot. Pada bulan april 2001, sempat menyentuh Rp. 12.000/
$ AS yang merupakan kurs rupiah terendah. Berdampak negatif terhadap roda
perekonomian terutama karena dua hal. Pertama, karena perekonomian Indonesia
masih tergantung pada impor, baik untuk barang-barang modal dan pembantu,
komponen dan bahan baku, maupun barang-barang konsumsi. Kedua, ULM Indonesia
dalam nilai $ AS, baik dari sektor swasta maupun pemerintah, sangat besar.
Indikator-indikator lainnya adalah angka inflasi yang di prediksi dapat
menembus dua digit dan cadangan devisa yang padat minggu terakhir maret 2002
menurun dari 29 Milliar $ AS menjadi 28,875 $ AS.
A.
ANALISA(MENGANALISA SARAN-SARAN
PEMAKALAH DENGAN MENGAITKAN TEORI DENGAN KONDISI PEREKONOMIAN INDONESIA SAAT
INI)
Ø KONDISI
PEREKONOMIAN INDONESIA SAAT INI
Sebagian orang berpendapat bahawa sistem
yang digunakan sekarang lebih condong ke barat atau disebut sistem ekonomi
liberal/kapitalis, sistem yang membebaskan segala macam bentuk kegiatan
ekonomi. Pemerintah tak ada urusan dengan ekonomi yang dilakukan oleh rakyat.
Mereka semua mendapat hak yang sama untuk berkreatifitas tak ada larangan.
Intinya adalah sistem ini semua bebas melakukan apa saja sehingga tak
mengherankan kaum pemodal atau kapital menjadi kaum yang super power pada
sistem ekonomi sehingga membuat yang miskin semakin miskin, eksploitasi
besar-besaran terhadap sumber daya alam, kesenjangan sosial, itulah yang
terjadi pada perekonomian Indonesia. Sistem ekonomi liberal atau kapitalis yang
tidak lama lagi akan menuju neo-liberal. Indikasi sistem perekonomian Indonesia
diarahkan untuk mengikuti mekanisme pasar disamping dominasi kekuatan korporasi
swasta yang semakin menguat. Sistem neo-liberal ini semakin subur manakala bola
salju globalisasi semakin memasuki berbagai sendi-sendi kehidupan. Semula
globalisasi masih terkait dengan bidang informasi dan komunikasi, namun bola
salju globalisasi semakin membesar dan menggulung bidang lainnya termasuk
sektor ekonomi,politik. Contohnya saja Harga BBM sudah didesak agar secara
bertahap mengikuti harga internasional. Di Indonesia sendiri dapat dihitung
para konglomerat yang menguasai perekonomian, itu hanya ada segelintir orang
saja. Kondisi ini terjadi sebagai konsekuesi kita menganut sistem kapitalis.
Sebenarnya sistem inilah yang dijalan kan di Indonesia walaupun pemerintah
tidak mengakuinya secara terbuka.
Masuknya Sistem tersebut
dapat kita lihat dari beberapa Indikator yaitu :
a. Dihapusnya berbagai subsidi untuk masyarakat secara bertahap, sehingga harga barang barang strategis ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme pasar.
a. Dihapusnya berbagai subsidi untuk masyarakat secara bertahap, sehingga harga barang barang strategis ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme pasar.
b. Nilai Kurs rupiah tidak boleh dipatok dengan
kurs tetap, sehingga besar kecilnya kurs rupiah akan ditentukan oleh mekanisme
pasar.
c. Perusahaan BUMN mulai beralih ke pihak swasta, sehingga peran pemerintah semakinberkurang
d. Ke ikut sertaan bangsa Indonesai dalam kancah WTO dan perjanjian GATT yang semakin menunjukan komitmen bangsa Indonesia dalam tata liberalisme dunia.
c. Perusahaan BUMN mulai beralih ke pihak swasta, sehingga peran pemerintah semakinberkurang
d. Ke ikut sertaan bangsa Indonesai dalam kancah WTO dan perjanjian GATT yang semakin menunjukan komitmen bangsa Indonesia dalam tata liberalisme dunia.
Dampak positif yang di timbulkan dari sistem kapitalis ini
yaitu dari aspek permodalan, kita dapat dengan mudah mendapatkan modal dengan cepat
dari investor asing sedangkan dampak negatif dari sistem ini banyak terjadi
masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan, krisis ekonomi dan hutang
luar negeri yang tinggi.
Namun meskipun demikian, bagi kami
pribadi perekonomian indonesia bisa di katakan cukup memperlihatkan peningkatan
yang bisa di banggakan. Terlihat pada saat terjadi krisis global, di mana
banyak negara di dunia mengalami krisis namun tidaklah demian indinesia.
Indonesia masih bisa bertahan dari krisis ekonomi. Walaupun masih dapat
bertahan, sudah seharusnya pemrintah dan seluruh rakyat indonesia sadar untuk
memperbaiki perekonomian indonesia lbih baik lagi dengan memberantas KKN,
memangkas pengeluaran pemerintah, membuka lapangan pekerjaan, dan lebih
memperlihatkan rakyat demi terciptannyakesejahteraan indonesia. Pada intinya
kerjasamalah yang di butuhkan bangsa ini untuk mewudkan tujuan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Tambunan T.H,2003,perekonomian
indonesia beberapa masalah penting,jakarta,ghalia Indonesia
Booth anne,McCawley
Peter,1990,ekonomi orde baru,petaling jaya selangor Malaysia,lembaga penelitian
pendidikan dan penerangan ekonomi dan sosial
Lindblad J thomas,2002,fondasi
historis ekonomi Indonesia,Yogyakarta,pusat studi sosial asia tenggara UGM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar