Kemajuan
Peradaban Islam Di Spanyol
Umat
Islam di Spanyol telah mencapai kejayaan yang gemilang, banyak prestasi yang
mereka peroleh, bahkan pengaruhnya membawa Eropa dan juga dunia kepada kemajuan
yang lebih kompleks, terutama dalam hal kemajuan intelektual.[1]
Dalam
masa lebih dari tujuh abad kekuasaan Islam di Spanyol, umat Islam telah
mencapai kejayaannya di sana. Banyak prestasi yang mereka peroleh, bahkan
pengaruhnya membawa Eropa, dan kemudian dunia, kepada kemajuan yang lebih
kompleks.
1.
Kemajuan Intelektual
Spanyol
adalah negeri yang subur. Kesuburan itu mendatangkan penghasilan ekonomi yang
tinggi dan pada gilirannya banyak menghasilkan pemikir. Masyarakat Spanyol
Islam merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari komunitas-komunitas Arab
(Utara dan Selatan), al-Muwalladun (orang-orang Spanyol yang masuk Islam),
Barbar (umat Islam yang berasal dari Afrika Utara), al-Shaqalibah (penduduk
daerah antara Konstantinopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman dan
dijual kepada penguasa Islam untuk dijadikan tentara bayaran), Yahudi, Kristen
Muzareb yang berbudaya Arab, dan Kristen yang masih menentang kehadiran Islam.
Semua komunitas itu, kecuali yang terakhir, memberikan saham intelektual
terhadap terbentuknya lingkungan budaya Andalus yang melahirkan Kebangkitan
Ilmiah, sastra, dan pembangunan fisik di Spanyol.
a.
Filsafat
Islam di
Spanyol telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat brilian dalam bentangan
sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyeberangan yang dilalui ilmu
pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad ke-12. Minat terhadap filsafat dan
ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M selama pemerintahan
penguasa Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad ibn Abdurrahman (832-886 M).
Atas
inisiatif al-Hakam (961-976 M), karya-karya ilmiah dan filosofis diimpor dari
Timur dalam jumlah besar, sehingga Cordova dengan perpustakaan dan
universitas-universitasnya mampu menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu
pengetahuan di dunia Islam. Apa yang dilakukan oleh para pemimpin dinasti Bani
Umayyah di Spanyol ini merupakan persiapan untuk melahirkan filosof-filosof
besar pada masa sesudahnya[2].
Tokoh
utama pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn
al-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah. Dilahirkan di Saragosa, ia
pindah ke Sevilla dan Granada. Meninggal karena keracunan di Fez tahun 1138 M
dalam usia yang masih muda. Seperti al-Farabi dan Ibn Sina di Timur, masalah
yang dikemukakannya bersifat etis dan eskatologis. Magnum opusnya adalah Tadbir
al-Mutawahhid.
Tokoh
utama kedua adalah Abu Bakr ibn Thufail, penduduk asli Wadi Asy, sebuah dusun
kecil di sebelah timur Granada dan wafat pada usia lanjut tahun 1185 M. Ia
banyak menulis masalah kedokteran, astronomi dan filsafat. Karya filsafatnya
yang sangat terkenal adalah Hay ibn Yaqzhan.
Bagian
akhir abad ke-12 M menjadi saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang
terbesar di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Ibn Rusyd dari Cordova. Ia
lahir tahun 1126 M dan meninggal tahun 1198 M. Ciri khasnya adalah kecermatan
dalam menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan kehati-hatian dalam menggeluti
masalah-masalah menahun tentang keserasian filsafat dan agama. Dia juga ahli
fiqh dengan karyanya Bidayah al- Mujtahid.
b. Sains
IImu-ilmu
kedokteran, musik, matematika, astronomi, kimia dan lain-lain juga berkembang
dengan baik. Abbas ibn Famas termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ialah
orang pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu. Ibrahim ibn Yahya
al-Naqqash terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan waktu terjadinya
gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. Ia juga berhasil membuat
teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan
bintang-bintang. Ahmad ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang
obat-obatan. Umm al-Hasan bint Abi Ja’far dan saudara perempuan al-Hafidz
adalah dua orang ahli kedokteran dari kalangan wanita.
Dalam
bidang sejarah dan geografi, wilayah Islam bagian barat melahirkan banyak
pemikir terkenal, Ibn Jubair dari Valencia (1145-1228 M) menulis tentang
negeri-negeri muslim Mediterania dan Sicilia dan Ibn Batuthah dari Tangier
(1304-1377 M) mencapai Samudera Pasai dan Cina. Ibn al-Khatib (1317-1374 M)
menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibn Khaldun dari Tunis adalah perumus
filsafat sejarah. Semua sejarawan di atas bertempat tinggal di Spanyol, yang
kemudian pindah ke Afrika. Itulah sebagian nama-nama besar dalam bidang sains.
c.
Fiqih
Dalam
bidang fiqh, Spanyol Islam dikenal sebagai penganut mazhab Maliki. Yang
memperkenalkan mazhab ini di sana adalah Ziad ibn Abdurrahman. Perkembangan
selanjutnya ditentukan oleh Ibn Yahya yang menjadi Qadhi pada masa Hisyam Ibn
Abdurrahman. Ahli-ahli Fiqh lainnya diantaranya adalah Abu Bakr ibn
al-Quthiyah, Munzir Ibn Sa’id al-Baluthi dan Ibn Hazm yang terkenal.
d.
Musik
dan Kesenian
Dalam bidang
musik dan suara, Spanyol Islam mencapai kecemerlangan dengan tokohnya al-Hasan
Ibn Nafi yang dijiluki Zaryab. Setiap kali diselenggarkan pertemuan dan jamuan,
Zaryab selalu tampil mempertunjukkan kebolehannya. Ia juga terkenal sebagai
penggubah lagu. Ilmu yang dimiliknya itu diturunkan kepada anak-anaknya baik
pria maupun wanita, dan juga kepada budak-budak, sehingga kemasyhurannya
tersebar luas.
e.
Bahasa
dan Sastra
Bahasa
Arab telah menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol. Hal
itu dapat diterima oleh orang-orang Islam dan non-Islam. Bahkan, penduduk asli
Spanyol menomorduakan bahasa asli mereka. Mereka juga banyak yang ahli dan
mahir dalam bahasa Arab, baik keterampilan berbicara maupun tata bahasa. Mereka
itu antara lain: Ibn Sayyidih, Ibn Malik pengarang Aljiyah, Ibn Khuruf, Ibn
al-Hajj, Abu Ali al-Isybili, Abu al-Hasan Ibn Usfur, dan Abu Hayyan
al-Ghamathi. Seiring dengan kemajuan bahasa itu, karya-karya sastra
bermunculan, seperti Al-’Iqd al-Farid karya Ibn Abd Rabbih, al-Dzakhirahji
Mahasin Ahl al-Jazirah oleh Ibn Bassam, Kitab al-Qalaid buah karya al-Fath ibn
Khaqan, dan banyak lagi yang lain.
2.
Kemegahan Pembangunan Fisik
Aspek-aspek
pembangunan fisik yang mendapat perhatian ummat Islam sangat banyak. Dalam
perdagangan, jalan-jalan dan pasar-pasar dibangun. Bidang pertanian demikian
juga. Sistem irigasi baru diperkenalkan kepada masyarakat Spanyol yang tidak
mengenal sebelumnya. Dam-dam, kanal-kanal, saluran sekunder, tersier, dan
jembatan-jembatan air didirikan. Tempat-tempat yang tinggi, dengan begitu, juga
mendapat jatah air.
Orang-orang
Arab memperkenalkan pengaturan hidrolik untuk tujuan irigasi. Kalau dam
digunakan untuk mengecek curah air, waduk (kolam) dibuat untuk konservasi
(penyimpanan air). Pengaturan hydrolik itu dibangun dengan memperkenalkan roda
air (water wheel) asal Persia yang dinamakan naurah (Spanyol: Noria). Disamping
itu, orang-orang Islam juga memperkenalkan pertanian padi, perkebunan jeruk,
kebun-kebun dan taman-taman.
Industri,
disamping pertanian dan perdagangan, juga merupakan tulang punggung ekonomi
Spanyol Islam. Diantaranya adalah tekstil, kayu, kulit, logam, dan industri
barang-barang tembikar.
Namun
demikian, pembangunan-pembangunan fisik yang paling menonjol adalah pembangunan
gedung-gedung, seperti pembangunan kota, istana, masjid, pemukiman, dan
taman-taman. Diantara pembangunan yang megah adalah masjid Cordova, kota
al-Zahra, Istana Ja’fariyah di Saragosa, tembok Toledo, istana al-Makmun,
masjid Seville, dan istana al-Hamra di Granada[3].
·
Cordova
Cordova
adalah ibu kota Spanyol sebelum Islam, yang kemudian diambil alih oleh Bani
Umayyah. Oleh penguasa muslim, kota ini dibangun dan diperindah. Jembatan besar
dibangun di atas sungai yang mengalir di tengah kota. Taman-taman dibangun
untuk menghiasi ibu kota Spanyol Islam itu. Pohon-pohon dan bunga-bunga diimpor
dari Timur. Di seputar ibu kota berdiri istana-istana yang megah yang semakin
mempercantik pemandangan, setiap istana dan taman diberi nama tersendiri dan di
puncaknya terpancang istana Damsik. Diantara kebanggaan kota Cordova lainnya
adalah masjid Cordova. Menurut ibn al-Dala’i, terdapat 491 masjid di sana.
Disamping itu, ciri khusus kota-kota Islam adalah adanya tempat-tempat
pemandian. Di Cordova saja terdapat sekitar 900 pemandian. Di sekitarnya
berdiri perkampungan-perkampungan yang indah. Karena air sungai tak dapat
diminum, penguasa muslim mendirikan saluran air dari pegunungan yang panjangnya
80 Km.
·
Granada
Granada
adalah tempat pertahanan terakhir ummat Islam di Spanyol. Di sana berkumpul
sisa-sisa kekuatan Arab dan pemikir Islam. Posisi Cordova diambil alih oleh
Granada di masa-masa akhir kekuasaan Islam di Spanyol. Arsitektur-arsitektur bangunannya
terkenal di seluruh Eropa. Istana al-Hamra yang indah dan megah adalah pusat
dan puncak ketinggian arsitektur Spanyol Islam. Istana itu dikelilingi
taman-taman yang tidak kalah indahnya. Kisah tentang kemajuan pembangunan fisik
ini masih bisa diperpanjang dengan kota dan istana al-Zahra, istana al-Gazar,
menara Girilda dan lain-lain.
3.
Faktor-faktor
Pendukung Kemajuan
Spanyol
Islam, kemajuannya sangat ditentukan oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat
dan berwibawa, yang mampu mempersatukan kekuatan-kekuatan umat Islam, seperti
Abdurrahman al-Dakhil, Abdurrahman al-Wasith dan Abdurrahman al-Nashir[4].
Keberhasilan
politik pemimpin-pemimpin tersebut ditunjang oleh kebijaksanaan
penguasa-penguasa lainnya yang memelopori kegiatan-kegiatan ilmiah yang
terpenting diantara penguasa dinasti Umayyah di Spanyol dalam hal ini adalah
Muhammad ibn Abdurrahman (852-886) dan al-Hakam II al-Muntashir (961-976).
Toleransi
beragama ditegakkan oleh para penguasa terhadap penganut agama Kristen dan
Yahudi, sehingga mereka ikut berpartisipasi mewujudkan peradaban Arab Islam di
Spanyol. Untuk orang-orang Kristen, sebagaimana juga orang-orang Yahudi,
disediakan hakim khusus yang menangani masalah sesuai dengan ajaran agama
mereka masing-masing[5].
Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat
majemuk, terdiri dari berbagai komunitas, baik agama maupun bangsa. Dengan
ditegakkannya toleransi beragama, komunitas-komunitas itu dapat bekerja sama
dan menyumbangkan kelebihannya masing masing.
Meskipun
ada persaingan yang sengit antara Abbasiyah di Baghdad dan Umayyah di Spanyol,
hubungan budaya dari Timur dan Barat tidak selalu berupa peperangan. Sejak abad
ke-11 M dan seterusnya, banyak sarjana mengadakan perjalanan dari ujung barat
wilayah Islam ke ujung timur, sambil membawa buku-buku dan gagasan-gagasan. Hal
ini menunjukkan bahwa meskipun umat Islam terpecah dalam beberapa kesatuan
politik, terdapat apa yang disebut kesatuan budaya dunia Islam.
Perpecahan
politik pada masa Muluk al- Thawa’if dan sesudahnya tidak menyebabkan mundurnya
peradaban. Masa itu, bahkan merupakan puncak kemajuan ilmu pengetahuan,
kesenian, dan kebudayaan Spanyol Islam. Setiap dinasti (raja) di Malaga,
Toledo, Sevilla, Granada, dan lain-lain berusaha menyaingi Cordova. Kalau
sebelumnya Cordova merupakan satu-satunya pusat ilmu dan peradaban Islam di
Spanyol, Muluk al Thawa’if berhasil mendirikan pusat-pusat peradaban baru yang
diantaranya justru lebih maju
4.
Pengaruh Peradaban Spanyol Islam Di Eropa
Spanyol merupakan tempat yang paling
utama bagi Eropa dalam meneyerap peradaban Islam, baik dalam hubungan politik,
sosial, maupun perekonomian dan peradaban antar negara[6].
Kemajuan Eropa yang terus berkembang
hingga saat ini banyak berhutang budi kepada khazanah ilmu pengetahuan Islam
yang berkembang di periode klasik. Memang banyak saluran bagaimana peradaban
Islam mempengaruhi Eropa, seperti Sicilia dan Perang Salib, tetapi saluran yang
terpenting adalah Spanyol Islam. Orang-orang Eropa menyaksikan kenyataan bahwa
Spanyol berada di bawah kekuasaan Islam jauh meninggalkan negara-negara
tetangganya Eropa, terutama dalam bidang pemikiran dan sains disamping bangunan
fisik. Yang terpenting diantaranya adalah pemikiran Ibn Rusyd (1120-1198 M). Ia
melepaskan belenggu taklid dan menganjurkan kebebasan berpikir. Ia mengulas
pemikiran Aristoteles dengan cara yang memikat minat semua orang yang
berpikiran bebas. Ia mengedepankan sunnatullah menurut pengertian Islam
terhadap pantheisme dan anthropomorphisme Kristen. Demikian besar pengaruhnya
di Eropa, hingga di Eropa timbul gerakan Averroeisme (Ibn Rusydisme) yang
menuntut kebebasan berpikir. Pihak gereja menolak pemikiran rasional yang
dibawa gerakan Averroeisme ini.
Berawal dari gerakan Averroeisme
inilah di Eropa kemudian lahir reformasi pada abad ke-16 M dan rasionalisme
pada abad ke-17 M. Buku-buku Ibn Rusyd dicetak di Venesia tahun 1481, 1482,
1483, 1489, dan 1500 M. Bahkan edisi lengkapnya terbit pada tahun 1553 dan 1557
M. Karya-karyanya juga diterbitkan pada abad ke-16 M di Napoli, Bologna,
Lyonms, dan Strasbourg, dan di awal abad ke 17 M di Jenewa.
Pengaruh peradaban Islam, termasuk
di dalamnya pemikiran Ibn Rusyd, ke Eropa berawal dari banyaknya pemuda-pemuda
Kristen Eropa yang belajar di universitas-universitas Islam di Spanyol, seperti
universitas Cordova, Seville, Malaga, Granada, dan Salamanca. Selama belajar di
Spanyol, mereka aktif menerjemahkan buku-buku karya ilmuwan-ilmuwan muslim[7].
Pusat penerjemahan itu adalah
Toledo. Setelah pulang ke negerinya, mereka mendirikan sekolah dan universitas
yang sama. Universitas di Eropa adalah Universitas Paris yang didirikan pada
tahun 1231 M, tiga puluh tahun setelah wafatnya Ibn Rusyd. Di akhir zaman
pertengahan Eropa, baru berdiri 18 buah universitas. Di dalam
universitas-universitas itu, ilmu yang mereka peroleh dari
universitas-universitas Islam diajarkan, seperti ilmu kedokteran, ilmu pasti,
dan filsafat. Pemikiran filsafat yang paling banyak dipelajari adalah pemikiran
al-Farabi, Ibn Sina dan Ibn Rusyd.
Pengaruh ilmu pengetahuan Islam atas
Eropa yang sudah berlangsung sejak abad ke-12 M itu menimbulkan gerakan
kebangkitan kembali (renaissance) pusaka Yunani di Eropa pada abad ke-1 4 M.
Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa kali ini adalah melalui
terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari dan kemudian diterjemahkan kembali
ke dalam bahasa Latin[8].
Walaupun Islam akhirnya terusir dari
negeri Spanyol dengan cara yang sangat kejam, tetapi ia telah membidani
gerakan-gerakan penting di Eropa. Gerakan-gerakan itu adalah: kebangkitan
kembali kebudayaan Yunani klasik (renaissance) pada abad ke-14 M yang bermula
di Italia, gerakan reformasi pada abad ke-16 M, rasionalisme pada abad ke-17 M,
dan pencerahan (aufklaerung) pada abad ke-18 M.
DAFTAR PUSTAKA
Badri Yatim, Sejarah
Peradaban islam, (jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2010),
Effat Al-Sharqawi, Filsafat
kebudayaan Islam, (Bandung: Pustaka, 2001),
Samsul Munir Amin, Sejarah
peradaban Islam, ( Jakarta: AMZAH, 2014 ),
A. Syalabi, Sejarah dan
Kebudayan islam, jilid 2, (Jakarta: Pustaka Alhusna, 2000)
[1]
Badri Yatim, Sejarah
Peradaban islam, (jakarta:PT. Raja Grafindo Persada), hlm. 87
[2]
Ibid Hlm.90
[3]
Effat Al-Sharqawi, Filsafat
kebudayaan Islam, (Bandung: Pustaka, 1986), hlm. 5.
[4]
Badri Yatim, Sejarah
Peradaban islam, (jakarta:PT. Raja Grafindo Persada), hlm. 85.
[5]
Ibid hlm. 88
[6]
Badri Yatim, Sejarah
Peradaban islam, (jakarta:PT. Raja Grafindo Persada), hlm. 89.
[7]
Samsul
Munir Amin, Sejarah peradaban Islam, ( Jakarta: AMZAH, 2014 ),
[8]
A.
Syalabi, Sejarah dan Kebudayan islam, jilid 2, (Jakarta: Pustaka Alhusna, 2000)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar