BAB I
PENDAHULUAN
Manusia
adalah mahluk yang paling sempurna diantara mahluk yang lain, hal ini karena
manusia diberikan potensi berupa akal sehingga manusia mampu berpikir dan mengembangkan
diri mereka. Potensi akal yang diberikan oleh Allah dapat terus dikembangkan
dan diasah dengan jalan belajar.
Dalam
agama islam, belajar merupakan suatu perintah yang di wajiban kepada
pengnutnya. Dalam Al-qur’an dan hadis, banyak sekali disinggung mngengenai
belajar dan keutamaan orang-orang yang belajar atau berilmu.
Dalam
salah satu ayat disebutkan bahwa Allah swt berfirman :
Æìsùöt ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uy 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ×Î7yz ÇÊÊÈ
“Niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang berilmu diantara kamu , dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa tingkat “
Didalam
sebuah hadis Rasulullah saw didalam kitab Ta’limul muta’allim,
طَلُبِ اْلعِلْمَ
فَرِِيْضَةٌعَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَ مُسْلِمَةٍ
Artinya “menuntut ilmu itu wajib
bagi orang islam laki-laki dan perempuan”
Berdasarkan
ayat dan hadis diatas, ini menunjukan betapa penting dan wajibnya untuk
belajar, hal ini sangat relevan sekali mengingat betapa pentingnya belajar bagi
manusia terlebih untuk mengarungi kehidupan di dunia modern saat ini, dimana
semua dituntut untuk mampu dan memiliki keahlian atau ilmu di setiap bidang
kehidupan hususnya duniakerja.
Berdasarkan
latar belakang diatas, kami akan mencoba mengkaji beberapa ayat al-qur’an
terkait dengan kewajiban menuntut ilmu agar bisa menjadi bahan renungan
sekaligus sebagai motivasi dalam menuntut ilmu.
BAB II
PEMBAHASAN
Ada beberapa
ayat Al-qur’an yang membahas mengenai kewajiban belajar yaitu diataranya
sebagai berikut :
1.
Al-Alaq ayat 1-5
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ ù&tø%$# y7/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷èt ÇÎÈ
Artinya:
1.
Bacalah
dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan.
2.
Dia
telah menciptakan manusia dari segumpal darah
3.
Bacalah
dan tuhanmulah yang maha pemurah
4.
Mengajarkan
manusia dengan perantaan Pena
5.
Mengajarkan
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
1)
penjelasan
Imam ahmad
meriwayatkan dari Aisyah ra dia berkata : “ wahyu yang pertama kali turun
kepada rasulullah saw ialah berupa mimpi yang benar waktu beliau tidur beliau
tidak bermimpi melainkan mimpi itu datang kepada beliau seperti falaq (
Cahaya ) subuh, karena begitu jelasnya[1].
Kemudian beliau
tertarik untuk mengasingkan diri beliau datang ke gua hira. Disitu beliau
beribadah beberapa malam. Untuk beliau membawa perbekalan secukupnya. Setelah
perbekalan habis, beliau kembali kepada khadijah untuk mengambil lagi
perbekalan secukupnya. Suatu ketika datanglah wahyu kepada beliau secara
tiba-tiba, sewaktu beliau masih berada di gua hira. Malaikat datang kepada
beliau di gua itu, seraya berkata “Bacalah”.
Ketika beliau
disuruh membaca beliau bersabda “aku tidak bisa membaca” sampai ayat kelima
dibacakan oleh malaikat jibril
Kemudian Nabi
SAW pulang dalam keadaan menggigil lalu beliau berkata kepada khadijah
“selimuti aku” maka beliau diselimuti oleh khadijah, hingga hilang rasa
takutnya.
2)
Kandungan Ayat
a.
Bacalah
dengan menyebut nama tuhanmu yang menciptakan
Kata Iqra
terambil dari kata kerja Qara’a yang pada mulanya berarti menghimpun[2].
Apabila anda merangkai huruf/kata kemudian anda mengucapkan rangkaian tersebut
maka anda telah menghimpun atau membacanya. Dengan demikian realisasi perintah
tersebut tidak mengharuskan adanya suatu teks tertulis sebagai objek bacaan,
tidak pula harus diucapkan sehingga harus terdengar oleh orang lain.
Ayat diatas
tidak menyebutkan objek bacaan maka dari itu kata iqra’ digunak dalam arti
membaca, menelaah, menyampaikan, dan sebagainya, dan karena objeknya bersifat
umum maka objek tersebut mencakup segala yang dapat terjangkau, baik berupa
tertulis maupun tidak tertulis.
b.
Dia
telah menciptakan manusia dari segumpal darah
Manusia adalah
mahluk pertama yang disebut oleh Allah, bukan hanya karena bentuknya yang
sempurna atau karena segala sesuatu dalam alam raya ini diciptakan dan
ditundukkan Allah demi kepentingannya tetapi juga karena Al Qur’an ditunjukkan
kepada umat manusia sebagai pelita kehidupannya
c.
Bacalah
dan Tuhanmulah yang maha pemurah
Kemudian dengan
ayat ini Allah menerangkan bahwa dia meyediakan alam sebagai alat untuk
menulis, sehingga tulisan itu menjadi penghubung antar manusia walaupun mereka
berjauhan tempat, sebagaimana mereka berhubungan dengan perantara lisan. Alam
sebagai benda padat tidak dapat bergerak dijadikan alat informasi dan
komunikasi, maka apakah sulit bagi Allah menjadikan Nabi sebagai manusia
pilihannya bisa membaca, berorientasi dan dapat pula mengajar
d.
Yang
mengajar manusia dengan perantara pena
Agar Ilmu yang
diajarkan tidak hilang dan terekam dalam tulisan[3].
e.
Dia
mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Dalam ayat ini
Allah menambahkan keterangan tentang kelimpahan karunia yang tidak terhingga
kepada manusia, bahwa Allah ynag menjadikan habanya pandai. Dialah Tuhan yang
mengajar manusia bermacam-macam ilmu pengetahuan yang bermanfaat. Dengan ayat
ayat ini terbuktilah tentang tingginya nilai membaca,menulis, dan berilmu
pengetahuan.
2.
Al-Ghasyiyah ayat 17-20
xsùr& tbrãÝàYt n<Î) È@Î/M}$# y#ø2 ôMs)Î=äz ÇÊÐÈ n<Î)ur Ïä!$uK¡¡9$# y#ø2 ôMyèÏùâ ÇÊÑÈ n<Î)ur ÉA$t6Ågø:$# y#øx. ôMt6ÅÁçR ÇÊÒÈ n<Î)ur ÇÚöF{$# y#øx. ôMysÏÜß ÇËÉÈ
Artinya:
17.
Namun
apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan
18.
Dan
langit bagaimana ia ditinggikan
19.
Dan
gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan
20.
Dan
bumi bagaimana ia dihamparkan
Ø Penafsiran
Adapun penjelasan ayat diatas yaitu[4]
1.
(apakah
mereka tidak memperhatikan) dengan pengelihatan yang diiringi dengan
pertimbangan untuk menyimpulkan keEsaan dan kekuasaaan tuhan yang maha
pengampun (Unta) dan keajaiban ciptaannya (bagaimana dia diciptakan
dengan sifat menonjol yang ada pada dirinya)
2.
(langit
) serta keindahannya yang cemerlang dan hiasannya berupa bintang-bintang
matahari dan bulan (bagimana ia ditinggikan) tanpa tiang penyangga yang
terlihat
3.
(gunung-gunung)
serta kekokohannya dan berbagai
jenisnya, ada yang mengandung batu, marmer, dan adapula yang dipenuhi dengan
pepohonan dan tumbuh tumbuhan. (Bagimana ia ditegakkan) dengan kokohnya tanpa
miring sedikitpun.
4.
(bumi
bagaimana ia dihamparkan) yakni dijadikan terhampar dan luas.
3.
Ali-Imron ayat 190-191
cÎ) Îû È,ù=yz ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur É#»n=ÏF÷z$#ur È@ø©9$# Í$pk¨]9$#ur ;M»tUy Í<'rT[{ É=»t6ø9F{$# ÇÊÒÉÈ tûïÏ%©!$# tbrãä.õt ©!$# $VJ»uÏ% #Yqãèè%ur 4n?tãur öNÎgÎ/qãZã_ tbrã¤6xÿtGtur Îû È,ù=yz ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur $uZ/u $tB |Mø)n=yz #x»yd WxÏÜ»t/ y7oY»ysö6ß $oYÉ)sù z>#xtã Í$¨Z9$# ÇÊÒÊÈ
Artinya:
190.Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
191.(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk
atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan
bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini
dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka.
Ø Kandungan atau makna ayat
190.Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
Penjelasannya
Yaitu [5]:
Termasuk
didalamnya adalah anjuran kepada hamba untuk memikirkan ciptaannya,
memperhatikan dengan seksama tanda-tandanya dan merenungkan proses
penciptaannya. Allah menyebut secara umum firmannya “tanda-tanda” dan tidak
berfirman menurut kepentingan seseorang; yang berindikasi kepada banyaknya dan
keumumannya. Yang demikian itu karena mengandung tanda-tanda yang menakjubkan
yang membuat decak kagum orang-orang yang memandangnya dan memuaskan
orang-orang yang memikirkannya, menarik hati orang-orang yang jujur, membangun
akal yag jernih terhadap tuntutan-tuntutan ilahinya.
Dan perincian
perkara yang dikandung olehnya tidak mungkin mahluk dapat menghindarkan dan
meliputi sebagiannya. Pada intinya, apa yang ada padanya berupa keagungan,
keluasan, keberaturan, peredaran dan gerakannya, menunjakan kepada keagungan
penciptanya, agungnya kekuasaan-Nya, dan luasnya kuasa-Nya, dan semua yang ada
didalamnya berupa kemantapan dan profesionalitas total, serta ketelititan dan
keindahan ciptaan yang begitu detail. Semua perbuatan ( dan karya itu )
menunjukan kebijaksanaan Allah yang meletakkan segala sesuatu pada tempat yang
tepat dan begitu luas ilmu-Nya. Dan apapun yang dikandungnya berupa manfaat
bagi mahluk menunjukan akan keluasan rahmat Allah, umumnya karunia-Nya, kebaikan-Nya
yang menyeluruh dan kewajiban bersyukur kepada-Nya. Semua itu menunjukan
ketergantungan hati kepada pencipta dan perbuatannya, dan mengerahkan segala
upaya dalam memperoleh keridhoan-Nya, dan agar Allah tidak disekutukan dengan
apapun, dari orang yang tidak memiliki sebesar biji atom sekalipun untuk
dirinya maupun orang lain.
191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk
atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan
bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini
dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka.
Penjelasannya
Yaitu[6]:
Kemudian Allah
swt menjelaskan sifat orang-orang yang berakal, itu bahwa mereka, “
orang-orang yang mengingat Allah” pada segala kondisi mereka, “sambil
berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring” ini mencakup segala bentuk
zikir dengan perkataan maupun hati, dan termasuk dalam hal itu juga adalah
shalat dengan berdiri, bila tidak mampu maka duduk, bila tidak mampu maka
berbaring, dan bahwa mereka, “memikirkan pencptaan langit dan bumi.”. artinya,
agar mereka menjadikannya sebagai dalil terhadap apa yang dimaksudkan darinya.
Ini menunjukan
bahwa berpikir adalah ibadah yang merupakan salah satu sifat diantara sifat
para wali Allah yang berilmu. Apabila mereka memikirkannya, niscaya mereka akan
mengetahui bahwa tidaklah menciptakan mereka sia-sia, maka mereka berkata “ya
tuhan kami tiadalah engkau menciptakan ini dengan sia-sia, maha suci engkau” dari
segala hal yang tidak patut bagi keagungan-Mu dengan kebenaran dan karena
kebenaran. Akan tetapi engkau ciptakan semua itu kebenaran, “maka
peliharalah kami dari siksa neraka,” dengan melindungi kami dari keburukan
dan bimbing kami kepada amalan-amalan shaleh hingga dengan itu semua kami
memperoleh keselamatan dari api neraka. Dan itu juga mengandung permohonan
masuk surga, bila Allah memelihara mereka dari neraka, niscaya mereka mendapat
surga. Tetapi ketika rasa takut muncul dalam hati mereka, mereka memohon kepada
Allah dengan perkara-perkara penting bagi mereka.
4.
Al-Taubat ayat 122
* $tBur c%x. tbqãZÏB÷sßJø9$# (#rãÏÿYuÏ9 Zp©ù!$2 4
wöqn=sù txÿtR `ÏB Èe@ä. 7ps%öÏù öNåk÷]ÏiB ×pxÿͬ!$sÛ (#qßg¤)xÿtGuÏj9 Îû Ç`Ïe$!$# (#râÉYãÏ9ur óOßgtBöqs% #sÎ) (#þqãèy_u öNÍkös9Î) óOßg¯=yès9 crâxøts ÇÊËËÈ
Artinya:
“Tidak
sepatutnya bagi mu’minin itu pergi semuanya(perang). Mengapa tidak pergi dari
tiap-tiap golongan diatara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan
mereka tentang Agama dan untuk memberikan peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali
kepadanya supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.(QS Al-Taubah : 122)
1. Asbabunnuzul Ayat
Adapun
Asbabunnuzul ayat diatas yaitu[7]
Ibnu abu hatim
mengetengahkan sebuah hadis melalui ikrimah yang menceritakan, bahwa ketika
diturunkan firmannya: “jika kalian tidak berangkat untuk berperang, niscaya
Allah menyiksa Kalian dengan siksa yang pedih”(QS Al-Taubah:136). Tersebutlah
pada saat itu ada orang orang yang tidak berangkat ke medan perang, mereka
berada di daerah Badui (pedalaman) karena sibuk mengajarkan agama kepada
kaumnya. Maka oran-orang munafik memberikan komentar “sungguh masih ada orang
yang tertinggal di daerah pedalaman, maka celakalah orang orang pedalaman itu.”kemudian
turunlah Ayat diatas.
2. Kandungan Ayat
Ayat ini
menerangkan kelengkapan hukum-hukum yang menyangkut perjuangan. Yakni hukum
mencari ilmu dan mendalami agama. Artinya bahwa pendalaman ilmu itu merupakan
cara berjuang dengan menggunakan hujjah dan penyampaian bukti-bukti dan juga
merupakan rukun terpenting dalam menyeru kepada Allah swt dan meneakkan
sendi-sendi islam. Karena perjuangan pedang itu sendiri tidak di syariatkan kecuali
untuk jadi benteng dan pagar dari dakwah tersebut agar jangan di permainkan
oleh tangan-tangan dari orang-orang kafir dan munafik.
Menurut riwayat
al- Kalabi dari ibnu Abbas bahwa dia mengatakan, “ Setelah Allah swt mengecam
keras terhadap orang-orang yang tidak menyertai rasul saw dalam peperangan,
maka tidak seorangpun diantara kami yang tinggal untuk tidak menyertai bala
tentara atau utusan perang buat selama-lamanya. Hal ini benar-benar mereka
lakukan sehingga tinggallah rasulullah saw sendirian maka turunlah wahyu yang
artinya ” Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya ( ke medan perang
)”
Pada
intinya, ayat ini menerangkan bahwa betapa pentingnya menuntut ilmu bahkan
tidak kalah penting dari berjihad di jalan Allah swt.
5.
Al- Ankabut 19-20
öNs9urr& (#÷rtt y#ø2 äÏö7ã ª!$# t,ù=yø9$# ¢OèO ÿ¼çnßÏèã 4
¨bÎ) Ï9ºs n?tã «!$# ×Å¡o ÇÊÒÈ ö@è% (#rçÅ Îû ÇÚöF{$# (#rãÝàR$$sù y#ø2 r&yt/ t,ù=yÜø9$# 4
¢OèO ª!$# à×Å´Yã nor'ô±¨Y9$# notÅzFy$# 4
¨bÎ) ©!$# 4n?tã Èe@à2 &äóÓx« ÖÏs% ÇËÉÈ
Artinya:
19. “Dan apakah mereka tidak
memperhatikan bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, Kemudian
mengulanginya (kembali). Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi
Allah.
20. “ Katakanlah: "Berjalanlah
di (muka) bumi, Maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari
permulaannya, Kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha
Kuasa atas segala sesuatu.
Penjelasan
Ayat diatas seperti yang diuraikan oleh Syaikh
H.Abdul Halim Hasan dalam bukunya Tafsir Al Ahkam yaitu :
Pada
ayat ini digunakan kata orang ketiga yang merujuk langsung kepada mitra bicara
yang menolak ajaran rasul. Penggunaan kata ketiga ini mengesankan kejauhan
mereka dari ilahi dan bahwa mereka tidak wajar memperoleh kehormatan diajak
berdialog dengan Allah swt.
Disini
Allah berfirman : “apakah mereka lengah sehingga tidak memperhatikan
bagaimana Allah senantiasa memulai penciptaan semua mahluk termasuk manusia “.
Penciptaan
pertama kali untuk menegaskan bahwa yang memulai penciptaan Yaitu Allah. Dia juga melakukan kejadian pengulangannya.
Dengan
melakukan perjalanan dibumi sebagaimana diperintahkan ayat ini seseorang akan
menemukan banyak pelajaran berharga baik melalui ciptaan Allah yang terhampar
dan beraneka ragam , maupun maupun dari peninggalan-peninggalan lama yang masih
tersisa puing-puingnya. Pandangan kepada hal-hal itu akan mengantar seseorang
yang menggunakan pikirannya untuk sampai kepada kesimpulan bahwa tidak ada yang
kekal di dunia ini, dan bahwa di balik peristiwa dan ciptaan itu, wujud satu kekuasaan yang Maha Besar
lagi Maha Esa yaitu Allah Swt.
Perintah
berjalan yang dirangkaikan dengan perintah melihat seperti firmanNya diatas
ditemukan sebanya tujuh kali dalam al-Qur’an. Ini mengisyaratkan perlunya
melakukan apa yang diistilahkan dengan
wisata ziarah pakar tafsir fakhrudin ar
razi menulis bahwa perjalanan wisata mempunyai dampak yang sangat besar dalam rangka menyempurnakan jiwa manusia. Dengan perjalanan itu manusia
dapat memperoleh kesulitan dan kesukaran yang dengannya jwa terdidik dan
terbina, terasah dan terasuh. Bisa juga ia menemui orang orang yang terkemuka
sehingga dapat memperoleh manfaat dari pertemuannya dan yang lebih penting ia dapat menyaksikan aneka ragam ciptaan
Allah. Pakar tafsir lain jamaludin al Qasimi menulis bahwa “saya telah
menemuakan sekian banyak pakar yang berpendapat bahwa kitab suci memerintahkan
manusia agar mengorbankan sebagian
dari(masa) hidupnya untuk melakukan perjalanan agar ia dapat menemukan
peninggalan peninggalan lama, mengetahui kabar berita umat terdahulu, agar
semua itu dapat menjadi pelajaran dan ibrah yang dengannya dapat diketuk
dengan keras otak otak yang beku” memang sekian banyak orang yang terpaku di
tempat kediamannya yang terpaku pula
pikirannya dengan rutinitas dan kebiasaan-kebiasaan yang dialami dan
dilihatnya. Tetapi jika ia meninggalkan tempat, pikirannya akan terbuka,
perasaannya akan terasah, sehingga dia akan menemukan hal-hal baru yang dapat mengantarnya kepada hakikat
wujud ini dan bahwa dibalik segala yang dilihat dan didengarnya ada Tuhan Yang
Maha Esa.
Penggunaan
bentuk kata kerja masa lampau pada
kata bada’a melahirkan kesan
dalam bentuk pertanyaan pada benak sayyid Quthub. Yaitu apakah ini berarti
bahwa di bumi ada sesuatu yang dapat menunjukkan tentang asal usul kehidupan
serta bagaimana permulaan penciptaan, atau garis perjalanan kehidupa seperti
yang diupayakan untuk diungkap oleh para arkeologi bagaimana dia bermula,
bagaimana tersebar dan bagaimana ia berkembang ? apakah kehidupan, darimana
asal usul bumi ini, bagaimana lahirnya
mahluk hidup pertama ? memang hingga kini mereka belum dapat mengungkapnya.
Ayat di atas adalah pengarahan Allah swt. Untuk melakukan riset tentang asal
usul kehidupan lalu kemudian menjadikan
bukti ketika mengetahuinya tentang
keniscayaan kehidupan akhirat.
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan
uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa menuntut ilmu merupakan kewajiban
yang dibebankan kepada umat islam. Hal ini sesuai dengan hadis Rasul saw dalam
kitab Ta’limul muta’allim.
طَلُبِ اْلعِلْمَ فَرِِيْضَةٌعَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَ مُسْلِمَة ٍ
Artinya “menuntut ilmu itu wajib
bagi orang islam laki-laki dan perempuan”
Selain
itu Allah Swt. Akan mengangkat derajat orang orang yang berilmu. Sebagaimana Firman-Nya dalam surat Al-Mujadalah ayat 11 :
Æìsùöt ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uy 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ×Î7yz ÇÊÊÈ
“Niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang berilmu diantara kamu , dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa tingkat “
Secara tidak langsung melalui ayat
di atas Allah menghendaki hambanya untuk senantiasa menuntut ilmu, bahkan dari
sejak lahir sampai masuk liang lahat.
DAFTAR
PUSTAKA
Syaikh
Abdurrahman bin Nashir as sa’di, Tafsir As Sa’di (Jakarta: Pustaka
Syifa, 2007)
Syaikh H.Abdul
Halim Hasan, Tafsir Al Ahkam (Jakarta: Prenada media group, 2006)
Al imam M.usman
Abdullah Al Mirgani (penerjemah: Bahrun Abu bakar ) Mahkota tafsir ( Bandung: sinar baru algensindo, 2009)
Https://basukiasyamir.wordpress.com/2014/0313/makalah-kewajiban-belajar
[1]
Https://basukiasyamir.wordpress.com/2014/0313/makalah-kewajiban-belajar
[2]
Https://basukiasyamir.wordpress.com/2014/0313/makalah-kewajiban-belajar
[3]
Al imam M.usman
Abdullah Al Mirgani (penerjemah: Bahrun Abu bakar ) Mahkota tafsir ( Bandung: sinar baru algensindo, 2009)
Hlm. 3630
[5] Syaikh
Abdurrahman bin Nashir as sa’di, Tafsir As Sa’di (Jakarta: Pustaka
Syifa, 2007) hlm.610
[6] Ibid.,hlm.611
[7]
Https://basukiasyamir.wordpress.com/2014/0313/makalah-kewajiban-belajar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar