Blogger Widgets

IsdiQLia

Senin, 17 November 2014

IPI (Pendidik dalam perspektip Islam)

Pendidik dalam perspektif Islam


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pendidikan Islam mempunyai tujuan akhir yaitu agar terciptanya insan kamil, dan untuk mengaktualisasikan tujuan tersebut dalam pendidikan Islam, seorang pendidik mempunyai tanggung jawab dalam mengantarkan peserta didik ke arah yang dimaksud, sehingga keberadaan pendidik dalam dunia pendidikan sangatlah penting, sebab kewajibannya tidak hanya memberikan atau memasukkan ilmu pengetahuan tetapi juga dituntut untuk menginternalisasikan nilai-nilai pada peserta didik, dan sebagai pendidik juga bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensinya, baik potensi kognitif, afektif maupun psikomotorik, ataupun sering disebut potensi rasa, cipta, dan karsa. Nah, maka dari itu, pembahasan yang terdapat dalam makalah ini, akan memberikan informasi atau gambaran tentang hakikat pendidik dalam perspektif pendidikan Islam, siapa sajakah pendidik dalam pendidikan Islam, Peran pendidik dalam pembinaan akhlak, sifat atau adab guru dalam pendidikan Islam, dan yang terakhir tugas pendidik dalam pendidikan Islam.
Makalah ini bertujuan agar setelah mengetahui bagaimana pendidik dalam perspektif pendidikan Islam, akan membantu pembaca dalam mengaktualisasikan perannya terhadap perkembangan generasi agar menjadi manusia yang bermanfaat bagi bangsa dan agama. Khususnya mahasiswa dan mahasiswi yang jurusan tarbiyah ataupun pendidik, supaya dalam pengajarannya nanti setelah selesai bisa mengajar sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasul dan sesuai tuntuunan islam
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah Definisi Pendidik dalam Pespektif Islam?
2.      Siapa saja pendidik dalam pandangan islam?
3.      Seperti Apakah Tugas Pendidik Dalam Pandangan Islam
4.      Apakah Sifat Pendidik Dalam Islam?
C.     Tujuan
1.      Mengetahui pengertian pendidik dalam pandangan islam
2.      Mengetahui siapakah pendidik-pendidik dalam perspektif islam
3.      Mengetahui dan memahami tugas seorang pendidik
4.      Dapat mengetahui sifat apa yang harus dimiliki oleh seorang pendidik

BAB II
PEMBAHASAN
A.    DEFINISI PENDIDIK DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Dalam pengertian yeang lazim digunakan, pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan pertolongan pada peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingakat kedewasaan dan mampu melakukan tugas sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk individu yang mandiri.(Nata, 2010:159)
Secara teori Barat, pendidik dalam islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), dan psikomotorik (karsa). (tafsir, 1993:74-75)
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pendidik itu adalah aktor yang merancang, merencanakan, menyiapkan dan melaksanakan proses kegiatan belajar yang tidak hanya mengembangkan bakat, menambahkan wawasan ataupun ketrampilan tetapi juga untuk menemukan kepribadian peserta didik.
Di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah yang merupakan sumber utama ilmu pendidikan Islam, terdapat sejumlah istilah yang mengacu kepada pengertian pendidi. Istilah tersebut antara lain al-murabbi, al-muallim, al-muzakki, al-ulama, al-rasikhun fi al-‘ilm, ahl-al-dzikr, al-muaddib, al-mursyid, al-ustadz, ulul al-bab, ulu al-nuha, al-faqih, dan al-muwai’id. (Nata, 2010:160)
B.     SIAPA SAJA PENDIDIK DALAM PANDANGAN ISLAM
Terdapat empat pembagian pendidik dalam pandangan Islam, seperti berikut:
1.      Allah
Dari berbagai ayat al-Qur’an yang membicarakan tentang kedudukan Allah sebagai pendidik dapat dipahami dalam firman-firman yang diturunkannya kepada Nabi Muhammad SAW. Allah memiliki pengetahuan yang amat luas. Ia adalah Maha pencipta. Firman Allah SWT. yang artinya:
“Dan (Allah) ‘allama (mengajarkan) segala macam nama kepada Adam.” (QS. al-Baqarah).
Berdasarkan ayat di atas dapat dipahami bahwa Allah SWT. sebagai pendidik bagi manusia. Menurut Al-Razi, yang membuat perbandingan antara Allah sebagai pendidik dengan manusia sebagai pendidik sangatlah berbeda. Allah sebagai pendidik mengetahui segala kebutuhan orang yang dididiknya. Sebab Dia adalah Zat Pencipta. Perhatian Allah tidak terbatas hanya terhadap sekelompok manusia saja, tetapi memperhatikan dan mendidik seluruh alam.( Http//Pendidik dalam pendidikan Islam.Com)
2.      Nabi Muhammad SAW.
Nabi sendiri mengidentifikasikan dirinya sebagai muallim (pendidik). Nabi sebagai penerima wahyu Al-Qur’an bertugas menyampaikan petunjuk-petunjuk kepada seluruh umat Islam kemudian dilanjutkan dengan mengajarkan kepada manusia ajaran-ajaran tersebut. Hal ini pada intinya menegaskan bahwa kedudukan Nabi sebagai pendidik ditunjuk langsung oleh Allah SWT. Untuk mewujudkan pendidik yang profesional, kita dapat mengacu pada tuntunan Nabi SAW, karena beliau satu-satunya pendidik yang paling berhasil dalam rentang waktu yang begitu singkat, sehingga diharapkan dapat mendekatkan realitas (pendidik) dengan yang ideal (Nabi SAW). Keberhasilan Nabi SAW. sebagai pendidik didahului oleh bekal kepribadian (personality) yang berkualitas unggul, kepeduliannya terhadap masalah-masalah sosial, serta ketajamannya dalam Iqra’ bismirabbik (membaca, menganalisis, meneliti dan mengeksperimentasi terhadap berbagai fenomena kehidupan dengan menyebut nama Tuhan), kemudian beliau mampu mempertahankan iman, amal shaleh, berjuang dan menegakkan agama Allah.( Http//Pendidik dalam pendidikan Islam.Com)
Jika kita lihat sejarah perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam menyiarkan Agama Islam, perjuangan dengan niat yang konsisten yaitu menyempurnakan akhlak memang sangat patut kita banggakan. Seorang yang buta huruf mampu menjadi pendidik yang sangat luar biasa, Nabi Muhammad juga merupakan tokoh yang menduduki nomor satu dalam 100 tokoh yang paling berpengaruh didunia.
3.      Orang tua
Pendidik dalam lingkungan keluarga adalah orang tua. Hal ini disebabkan karena secara alami anak-anak pada masa awal kehidupannya berada di tengah-tengah ayah dan ibunya. Dari merekalah anak mulai mengenal pendidikannya, dasar pandangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan hidup banyak tertanam sejak anak berada di tengah orang tuanya. Al-Qur’an menyebutkan sifat-sifat yang dimiliki orang tua sebagai guru, yaitu memiliki kesadaran tentang kebenaran yang diperoleh melalui ilmu dan rasio, dapat bersyukur kepada Allah, suka menasehati anaknya agar tidak menyekutukan Tuhan, memerintahkan anaknya agar menjalankan perintah shalat, sabar dalam menghadapi penderitaan (QS. Luqman: 104). Itulah sebabnya orang tua disebut “pendidik kodrati” yaitu pendidik yang telah diciptakan oleh Allah qodratnya menjadi pendidik. Pendidik pertama dan utama orang tua sendiri. mereka berdua yang bertanggungjawab penuh atas kemajuan perkembangan anak kandungnya, karena sukses tidaknya anak sangat tergantung pengasuhan, perhatian, dan pendidikannya. Kesuksesan anak merupakan cerminan atas kesuksesan orang tua juga. Firman Allah SWT.:
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا قُوْا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيْكُمْ نَارًا
Artinya :“Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. at-Tahrim: 6)
4.      Guru
Pendidik di lembaga pendidikan persekolahan disebut dengan guru, yang meliputi guru madrasah atau sekolah sejak dari taman kanak-kanak, sekolah menengah, dan sampai dosen-dosen di perguruan tinggi, kiai di pondok pesantren, dan lain sebagainya. Namun guru buka hanya menerima amanat dari orang tua untuk mendidik, melainkan juga dari setiap orang yang memerlukan bantuan untuk mendidiknya. Sebagai pemegang amanat, guru bertanggungjawab atas amanat yang diserahkan kepadanya. Allah menjelaskan:
Artinya “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat.” (QS. an-Nisa’: 58). ( Http//Pendidik dalam pendidikan Islam.Com)
Walaupun kewajiban mendidik adalah milik orang tua, namun tidak sepenuhnya orang tua mampu untuk mendidik, maka dari itu orangtua perlu bantuan dari lembaga pendidikan, dan dalam lembaga pendidikan pendidik itu biasa disebut guru ataupun dosen. Selaku pemegang amanat dari orang tua dalam hal pendidikan sang anak, maka guru atau dosen harus bertanggung jawab atas amanat yang dipegangnya. 
C.    TUGAS dan KESOPANAN PENDIDIK DALAM PANDANGAN ISLAM
Menurut imam al-Ghazali, bahwa seorang orang guru itu harus tetap menjaga tata kesopanan dan tugas-tugasnya seperti yang di ungkapkan dalam kitabnya
1.      Belas kasih kepada orang-orang yang belajar dan memperlakukan mereka seperti memperlakukan anak-anaknya. Rasulullah saw bersabda :
انما انالكم مثل الوالد لولده
Artinya :“ sesungguhnya saya bagimu adalah seperti orang tua kepada anaknya”.
Oleh karena itu menjadilah hak guru itu lebih besar dari pada hak kedua orang tua. Karena kedua orang tua itu adalah sebab wujud (ada)nya sekarang dan kehidupan yang fana’ (rusak), sedangkan guru adalah sebab kehidupan yang kekal. (al-Gazhali, 2009:171)
Maksudnya adalah bahwa seorang guru itu harus bisa memperlakukan semua anak buahnya atau murid-muridnya seperti melakukan anak-anaknya, karena dalam mengajar itu harus ditumbuhkan rasa kasih sayang kepada para murid supaya dalam pembelajarannya menjadi mudah karena sudah saling memberikan kasih sayang ataupun perhatian sehingga seorang guru itu harus punya kasih sayang yang besar.
2.      Mengikuti pemilik syara’ (Nabi) saw. Maka ia tidak upah karena memberitahukan ilmu, dan tidak bermaksud balasan dan terima kasih dengannya itu tetapi ia mengajar karena mencari keridhaan Allah Ta’ala dan mencari pendekataan diri kepada-Nya. (al-Gazhali, 2009:172)
Bahwa orang yang menjadi pendidik itu harus mengikuti yang sudah diajarkan oleh Rasulullah saw.dan mengikuti apa yang ada dalam al-Qur’an, dan dalam mengajarnya itu harus yang diutamakan dalam niatnya itu mencari ridha Allah dan untuk mendekatkan diri kepada-Nya sedangkan mendapat gaji, balasan dari manusia itu dinomor berapakan supaya dalam mengajarnya benar-benar ikhlas sesuai yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya.
Seandainya tidak karena orang yang belajar ini niscaya kamu tidak memperoleh pahala. Maka janganlah kamu minta upah kecuali dari Allah Ta’ala, sebagaimana Allah swt berfirman
ÏQöqs)»tƒur Iw öNà6è=t«ór& Ïmøn=tã »w$tB ( ÷bÎ) y̍ô_r& žwÎ) n?tã «!$# 4
Artinya : “Wahai kaumku, saya tidak minta harta kepadamu. Upahku tidak ada selain atas (tanggungan) Allah”(hud : 29)
Dari firman Allah itu, dapat disimpulkan bahwa seorang guru itu harus berharap yang paling besar adalah dari Allah semua balasan yang sudah dikerjakan dan tidak berharap kepada balasan manusia. Dan imam al-Ghazali juga mengatakan “orang yang mencari harta dengan ilmu adalah seperti orang yang mengusap kotoran bagian bawah dengan mukanya agar kotoran itu bersih”. Sungguh menganggumkan perkataan beliau, karena dalam perkataanya itu mengandung makna yang dalam yaitu orang yang mencari harta dengan ilmu seperti dia ingin membersihkan kotoran pada kemaluannya. Ini adalah kiasan bagi orang yang mencari harta dengan ilmu.
3.      Bahwa seorang guru memperingatkan muridnya supaya menuntut ilmu tujuannya adalah mendekatkan diri kepada Allah bukan kepemimpinan, kemegahan, dan perlombaan.
Sufyan Ats Tsauri rahimahullah tampak sedih, lalu ditanyakan kepadanya : “ mengapa kamu?”. Maka ia menjawab : “ kami menjadi toko bagi putera-putera dunia, seseorang dari mereka melazimi (tetap bersama) kami sehingga apabila ia telah belajar maka ia menjadi hakim atau pegawai atau sekretaris raja”.
4.      Mencegah murid dari akhlak yang buruk dengan jalan sendirin, sedapat mungkin tidak dengan terang-terangan, dengan jalan kasih sayang, tidak dengan jalan membuka rahasia. Karena terang-terangan itu merusak tirai kewibawan dan menyebabkan berani menyerang karena perbedaan pendapat. Dan menggerakkan kelobaan untuk terus-menerus.
Dan karena sindiran itu juga menyenangkan jiwa yang utama dan hati yang suci untuk mengambil pengertian-pengertiannya. Lalu memberi faedah kesenangan untuk dapat memikirkan pengertiannya karena kecintaan untuk mengetahuinya. Agar diketahui bahwa hal itu termasuk sesuatu yang tidak termasuk melengahkan dari kecerdasannya
5.      Orang yang bertanggung jawab dengan sebagian ilmu itu, seyogyanya utnuk tidak memburukkan ilmu-ilmu yang di luar keahliannya di kalangan muridnya. Ini adalah akhlak tercela bagi para guru. Seyogyannya akhlak tersebut dijauhi bahkan orang yang bertanggung jawab dengan satu ilmu seyogyannya untuk melapangkan murid terhadap jalan belajar pada ilmu lain.
6.      Guru mencukupkan bagi murid itu menurut kadar pemahamannya. Maka ia tidak menyampaika kepada murid sesuatu yang tidak terjangkau oleh akalnya. Rasulullah saw.bersabda
نحن معاشر الانبياء امرنا ان ننزل الناس منازلهم نكلمهم علي قدر عقولهم
Artinya :” kami golongan para Nabi diperitah untuk menempatkan mereka pada kedudukan mereka, dan berbicara kepada mereka menurut kadar akal mereka.
Maka tidak seyogyannya bagi orang ‘alim untuk menyiarkan seluruh apa yang diketahuinya kepada setiap orang. Ini jika orang yang belajar itu memahaminya namun ia bukan orang yang ahli untuk mengambil manfaatnya. Maka bagaimanakah apabila ia tidak memahaminya?
Isa as berkata :”janganlah kamu gantungkan permata di leher babi”. Sesungguhnya hikmah itu lebih baik dari pada permata maka barang siapa yang membencinya maka ia lebih buruk dai pada babi.
7.      Seyogyannya menyampaikan kepada murid yang pendek (akal) akan sesuatu yang jelas dan patut baginya, dan ia tidak menyebutkan kepadanya bahwa di balik ini ada sesuatu yang detail di mana ia menyimpannya dari padanya. Karena hal itu menghilangkan kesenangannya dalam ilmu yang jelas itu, mengacaukan hatinya terhadap ilmu itu, dan ia menduga bahwasanya ia (gurunya) kikir padanya akan ilmu itu karena seitap orang itu menduga bahwa dirinya itu ahli utnuk setiap yang detail. Tidak ada seorangpun kecuali ia ridah kepada Allah tentang kesempurnaan akalnya sendiri. Sedangkan orang yang paling dungu dan paling lemah akalnya adalah orang yang paling bergembira kesempurnaan akalnya.
Secara global tidak seyogyanya untuk membuka pintu pembahasan bagi orang-orang awam karean hal itu akan mengosongakan pekerjaan-pekerjaan mereka yang merupakan penegak makhluk dan terus-menerusnya kehidupan orang-orang yang tertentu.
8.      Guru itu mengamalkan ilmunya. Perumpamaan guru yang membimbing terhadap murid yang dibimbing itu seperti ukiran dari tanah dan bayangan dari kayu. Maka bagaimanakah tanah itu akan terukir oleh sesuatu yang tidak ada ukirannya, dan kapankah bayangan itu lurus sedangkan kayu sendiri itu bengkok ?
Oleh karena itu dikatakan pengertian itu
“ janganlah kamu melarang dari suatu perangi sedangkan kamu melakukannya, cela besarlah atasmu apabilah kamu melakukannya”.
* tbrâßDù's?r& }¨$¨Y9$# ÎhŽÉ9ø9$$Î/ tböq|¡Ys?ur öNä3|¡àÿRr&
Artinya : “Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri”.
            Oleh karena itulah dosa orang alim dalam kemaksiatannya itu lebih besar dari pada dosa orang bodoh. Karena dengan ketergelincirannya itu tergelincirlah orang banyak dan mereka mengikutinya. (al-Gazhali, 2009:173-181)

D.    SYARAT MENJADI PENDIDIK
a.       Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
b.      Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;
c.       Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesusai dengan bidang tugas;
d.      Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas
e.       Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
f.        Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengna prestasi kerja;
g.      Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
h.      Memiliki jasmani perlindungan hukum dalam melaksankan tugas profesional dan;
i.        Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru. (Nata, 2010:166)
E.     SIFAT PENDIDIK  DALAM PANDANGAN ISLAM
Menurut al-Ghazali, bahwa seorang yang alim itu atau pendidik itu harus memiliki sifat-sifat dalam bergaul dengan peserta didik ataupun masyarakat
1.      Bersabar
2.      Selalu bermurah hati
3.      Duduk dengan wibawa, dengan cara bersikap tenang disertai dengan menundukkan kepala;
4.      Meninggalkan takabur kepada semua hamba, kecuali pada orang-orang zalim untuk menghalangi mereka dari kezaliman;
5.      Mengutamakan tawadduk dalam perkumpulan-perkumpulan dan majlis-majlis;
6.      Meninggalkan kelakar dan senda gurau;
7.      Bersikap lembut kepada murid dan tidak terburu-buru dalam menghadapi murid yang sombong;
8.      Memperbaiki murid yang bodoh dengan arahan yang baik;
9.      Tidak memarahi murid yang bodoh;
10.  Meninggalkan kesombongan dari perkataan : aku tidak tahu;
11.  Mencurahkan perhatian kepada penanya dan memahami pertanyaanya;
12.  Menerima hujjah;
13.  Tunduk kepada kebenaran dengan kembali kepadanya dalam kekeliruan;
14.  Melarang murid untuk mempelajari ilmu yang membahayakannya;
15.  Memperingatkan murid agar tidak meniatkan ilmu yang bermanfaat untuk selain Allah swt;
16.  Mehgalangi murid utnuk ( menyibukkan diri) dengan fardhu kifayah sebelum menyelesaikan fardhu ain.
Dan fardhu ainnya adalah memperbaiki zahir dan batinnya dengan takwa;
17.  Membebani dirinya dengan bertakwa terlebih dahulu, agar murid mengikuti amal-amalnya terlebih dahulu, lalu mengambil manfaat dari perkataan-perkataannya. (al-Ghazali, 2008:239-241)
Al-abrasy menyebutkan bahwa guru dalam islam sebaiknya memiliki sifat – sifat sebagai berikut ini:
1.      Juhud, tidak mengutamakan materi, mengajar dilakukan mencari keridhoan
2.      Bersih tubuhnya. jadi, penampilan lahiriah menyenangkan.
3.      Bersih jiwanya, tidak mempunyai dosa besar.
4.      Tidak riya, karena riya akan menghilangkan keihklasan.
5.      Tidak memendam rasa dengki dan iri hati
6.      Ikhlas dalam melaksanakan tugas
7.      Sesuai perbuatan dengan perkataan.
8.      Tidak malu mengakui ketidaktauan
9.      Tidak menyenangi permusuhan
10.  Bijaksana
11.  Tegas dalam perkataan dan perbuatan tetapi tidak kasar
12.  Rendah hati (tidak sombong)
13.  Lemah lembut
14.  Pemaaf
15.  Sabar , tidak marah karena hal-hal kecil
16.  Berkepribadian
17.  Tidak merasa rendah diri
18.  Bersifat kebapakan (mampu mencintai murid seperti mencintai anak sendiri)
19.  Mengetahui karakter murid, mencakup pembawaan, kebiasaan, perasaan, dan pemikiran. (Siddik, 2000:80)



BAB III
PENUTUP
Ø  Kesimpulan
Pendidik itu adalah orang yang bertanggung jawab atas perkembangan peserta didiknya untuk mengembangkan potensinya baik itu kognitif, efektif, dan psikomotorik dan bertanggung jawab atas perkembangan siswanya dalam berbagai hal
Dan pendidik itu menurut persepektif islam adalah
1.      Allah
2.      Nabi muhammad saw.
3.      Orang tua
4.      Guru
Menurut al-Ghazali, pendidik harus jaga sikapnya dalam mengajar, seperti
1.      Mempunyai belas kasih sayang
2.      Mengikuti sesuai yang diajarkan Rasul
3.      Menyuruh muridnya supaya mencari ilmu yang mendekatkan diri pada Allah
4.      Mencegahnya dari akhlak tercelah
5.      Tidak menjelekkan ilmu yang lain
6.      Memberikan sesuai dengan kadar kemampuan peserta didik
7.      Menyampaikan dengan jelas
8.      Pendidik mengamalkan ilmunya
Dan dalam mengajar seorang pendidik memiliki seperti;
a.         Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
b.         Memiliki komitmen
c.         Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan
d.         Memiliki kompetensi yang
e.         Memiliki tanggung jawab
f.          Memperoleh penghasilan
g.         Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
h.         Memiliki jasmani perlindungan hukum dalam melaksankan tugas profesional dan;
i.           Memiliki organisasi profesi
Dan adab seorang guru itu harus menenunjukkan kepada para peserta didiknya sifat-sifat yang baik dalam perkataan maupun perbuatannya, supaya dalam mengajarkannya  muridnya mudah diaplikasikan oleh para peserta didiknya karena sebelumnya mereka (para peserta didik) sudah dalam melihatnya pada perilaku yang ditunjukkan oleh pendidiknya seperti yang diungkanpkan oleh imam al-Ghazali dalam adab seorang guru.

Ø  Saran
Penulis menyadari bahwa dalam pembahasan makalah ini jauh dari kesempurnaan dan banyak kesalahan. Oleh karena itu, kami berharap ataupun senantiasa dengan lapang dada menerima bimbingan dan arahan serta kritik dan saran yang sifatnya membangun motivasi kita untuk tetap melakukan perbaikan pada makalah berikutnya.



Daftar Pustaka
al-Ghazali, Imam, Bidayatul Hidayah, Jakarta.HIMMAH.2008
, Ihya Ulumuddin.Jilid 1. Semarang;CV.Asy-syifa’.cet.30.2009
Dja’far, Siddik, Konsep Dasar  Ilmu Pendidikan Islam.Cita Pustaka Media Perintis, Bandung, 2000
Http//Pendidik dalam pendidikan Islam.Com
Nata, Abuddin, ilmu pendidikan islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010
Tafsir, Ahamd, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993

Tidak ada komentar:

Posting Komentar