BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan
Islam mempunyai tujuan akhir yaitu agar terciptanya insan kamil, dan
untuk mengaktualisasikan tujuan tersebut dalam pendidikan Islam, seorang
pendidik mempunyai tanggung jawab dalam mengantarkan peserta didik ke arah yang
dimaksud, sehingga keberadaan pendidik dalam dunia pendidikan sangatlah
penting, sebab kewajibannya tidak hanya memberikan atau memasukkan ilmu
pengetahuan tetapi juga dituntut untuk menginternalisasikan nilai-nilai pada
peserta didik, dan sebagai pendidik juga bertanggung jawab terhadap
perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensinya,
baik potensi kognitif, afektif maupun psikomotorik, ataupun sering disebut
potensi rasa, cipta, dan karsa. Nah, maka dari itu, pembahasan yang terdapat
dalam makalah ini, akan memberikan informasi atau gambaran tentang hakikat
pendidik dalam perspektif pendidikan Islam, siapa sajakah pendidik dalam
pendidikan Islam, Peran pendidik dalam pembinaan akhlak, sifat atau adab guru
dalam pendidikan Islam, dan yang terakhir tugas pendidik dalam pendidikan
Islam.
Makalah
ini bertujuan agar setelah mengetahui bagaimana pendidik dalam perspektif
pendidikan Islam, akan membantu pembaca dalam mengaktualisasikan perannya
terhadap perkembangan generasi agar menjadi manusia yang bermanfaat bagi bangsa
dan agama. Khususnya mahasiswa dan mahasiswi yang jurusan tarbiyah ataupun
pendidik, supaya dalam pengajarannya nanti setelah selesai bisa mengajar sesuai
dengan yang diajarkan oleh Rasul dan sesuai tuntuunan islam
B. Rumusan
Masalah
1. Apakah
Definisi Pendidik dalam Pespektif Islam?
2. Siapa
saja pendidik dalam pandangan islam?
3. Seperti
Apakah Tugas Pendidik Dalam Pandangan Islam
4. Apakah
Sifat Pendidik Dalam Islam?
C. Tujuan
1.
Mengetahui pengertian pendidik dalam pandangan islam
2.
Mengetahui siapakah pendidik-pendidik dalam perspektif islam
3.
Mengetahui dan memahami tugas seorang pendidik
4.
Dapat mengetahui sifat apa yang harus dimiliki oleh seorang
pendidik
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI PENDIDIK DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Dalam pengertian yeang lazim digunakan,
pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan pertolongan pada
peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai
tingakat kedewasaan dan mampu melakukan tugas sebagai makhluk sosial dan
sebagai makhluk individu yang mandiri.(Nata, 2010:159)
Secara teori Barat, pendidik dalam islam adalah
orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya
dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif
(rasa), kognitif (cipta), dan psikomotorik (karsa). (tafsir, 1993:74-75)
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa
pendidik itu adalah aktor yang merancang, merencanakan, menyiapkan dan
melaksanakan proses kegiatan belajar yang tidak hanya mengembangkan bakat,
menambahkan wawasan ataupun ketrampilan tetapi juga untuk menemukan kepribadian
peserta didik.
Di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah yang merupakan
sumber utama ilmu pendidikan Islam, terdapat sejumlah istilah yang mengacu
kepada pengertian pendidi. Istilah tersebut antara lain al-murabbi,
al-muallim, al-muzakki, al-ulama, al-rasikhun fi al-‘ilm, ahl-al-dzikr,
al-muaddib, al-mursyid, al-ustadz, ulul al-bab, ulu al-nuha, al-faqih, dan
al-muwai’id. (Nata, 2010:160)
B. SIAPA SAJA PENDIDIK DALAM PANDANGAN ISLAM
Terdapat
empat pembagian pendidik dalam pandangan Islam, seperti berikut:
1. Allah
Dari
berbagai ayat al-Qur’an yang membicarakan tentang kedudukan Allah sebagai
pendidik dapat dipahami dalam firman-firman yang diturunkannya kepada Nabi
Muhammad SAW. Allah memiliki pengetahuan yang amat luas. Ia adalah Maha pencipta.
Firman Allah SWT. yang artinya:
“Dan (Allah) ‘allama (mengajarkan) segala macam
nama kepada Adam.” (QS. al-Baqarah).
Berdasarkan
ayat di atas dapat dipahami bahwa Allah SWT. sebagai pendidik bagi manusia.
Menurut Al-Razi, yang membuat perbandingan antara Allah sebagai pendidik dengan
manusia sebagai pendidik sangatlah berbeda. Allah sebagai pendidik mengetahui
segala kebutuhan orang yang dididiknya. Sebab Dia adalah Zat Pencipta.
Perhatian Allah tidak terbatas hanya terhadap sekelompok manusia saja, tetapi
memperhatikan dan mendidik seluruh alam.( Http//Pendidik
dalam pendidikan Islam.Com)
2. Nabi Muhammad SAW.
Nabi sendiri mengidentifikasikan dirinya
sebagai muallim (pendidik). Nabi sebagai penerima wahyu Al-Qur’an
bertugas menyampaikan petunjuk-petunjuk kepada seluruh umat Islam kemudian
dilanjutkan dengan mengajarkan kepada manusia ajaran-ajaran tersebut. Hal ini
pada intinya menegaskan bahwa kedudukan Nabi sebagai pendidik ditunjuk langsung
oleh Allah SWT. Untuk mewujudkan pendidik yang profesional, kita dapat mengacu
pada tuntunan Nabi SAW, karena beliau satu-satunya pendidik yang paling
berhasil dalam rentang waktu yang begitu singkat, sehingga diharapkan dapat
mendekatkan realitas (pendidik) dengan yang ideal (Nabi SAW). Keberhasilan Nabi
SAW. sebagai pendidik didahului oleh bekal kepribadian (personality)
yang berkualitas unggul, kepeduliannya terhadap masalah-masalah sosial, serta
ketajamannya dalam Iqra’ bismirabbik (membaca, menganalisis, meneliti
dan mengeksperimentasi terhadap berbagai fenomena kehidupan dengan menyebut
nama Tuhan), kemudian beliau mampu mempertahankan iman, amal shaleh, berjuang
dan menegakkan agama Allah.( Http//Pendidik
dalam pendidikan Islam.Com)
Jika kita lihat sejarah perjuangan Nabi
Muhammad SAW dalam menyiarkan Agama Islam, perjuangan dengan niat yang
konsisten yaitu menyempurnakan akhlak memang sangat patut kita banggakan.
Seorang yang buta huruf mampu menjadi pendidik yang sangat luar biasa, Nabi
Muhammad juga merupakan tokoh yang menduduki nomor satu dalam 100 tokoh yang
paling berpengaruh didunia.
3. Orang tua
Pendidik
dalam lingkungan keluarga adalah orang tua. Hal ini disebabkan karena secara
alami anak-anak pada masa awal kehidupannya berada di tengah-tengah ayah dan
ibunya. Dari merekalah anak mulai mengenal pendidikannya, dasar pandangan
hidup, sikap hidup, dan keterampilan hidup banyak tertanam sejak anak berada di
tengah orang tuanya. Al-Qur’an menyebutkan sifat-sifat yang dimiliki orang tua
sebagai guru, yaitu memiliki kesadaran tentang kebenaran yang diperoleh melalui
ilmu dan rasio, dapat bersyukur kepada Allah, suka menasehati anaknya agar
tidak menyekutukan Tuhan, memerintahkan anaknya agar menjalankan perintah
shalat, sabar dalam menghadapi penderitaan (QS. Luqman: 104). Itulah sebabnya
orang tua disebut “pendidik kodrati” yaitu pendidik yang telah diciptakan oleh
Allah qodratnya menjadi pendidik. Pendidik pertama dan utama orang tua sendiri.
mereka berdua yang bertanggungjawab penuh atas kemajuan perkembangan anak
kandungnya, karena sukses tidaknya anak sangat tergantung pengasuhan,
perhatian, dan pendidikannya. Kesuksesan anak merupakan cerminan atas
kesuksesan orang tua juga. Firman Allah SWT.:
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا قُوْا
أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيْكُمْ نَارًا
Artinya
:“Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. at-Tahrim: 6)
4. Guru
Pendidik
di lembaga pendidikan persekolahan disebut dengan guru, yang meliputi guru
madrasah atau sekolah sejak dari taman kanak-kanak, sekolah menengah, dan
sampai dosen-dosen di perguruan tinggi, kiai di pondok pesantren, dan lain
sebagainya. Namun guru buka hanya menerima amanat dari orang tua untuk
mendidik, melainkan juga dari setiap orang yang memerlukan bantuan untuk
mendidiknya. Sebagai pemegang amanat, guru bertanggungjawab atas amanat yang
diserahkan kepadanya. Allah menjelaskan:
Artinya “Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat.” (QS. an-Nisa’: 58). ( Http//Pendidik dalam pendidikan Islam.Com)
Walaupun
kewajiban mendidik adalah milik orang tua, namun tidak sepenuhnya orang tua
mampu untuk mendidik, maka dari itu orangtua perlu bantuan dari lembaga
pendidikan, dan dalam lembaga pendidikan pendidik itu biasa disebut guru
ataupun dosen. Selaku pemegang amanat dari orang tua dalam hal pendidikan sang
anak, maka guru atau dosen harus bertanggung jawab atas amanat yang
dipegangnya.
C. TUGAS dan
KESOPANAN PENDIDIK DALAM PANDANGAN ISLAM
Menurut
imam al-Ghazali, bahwa seorang orang guru itu harus tetap menjaga tata
kesopanan dan tugas-tugasnya seperti yang di ungkapkan dalam kitabnya
1. Belas
kasih kepada orang-orang yang belajar dan memperlakukan mereka seperti
memperlakukan anak-anaknya. Rasulullah saw bersabda :
انما
انالكم مثل الوالد لولده
Artinya :“
sesungguhnya saya bagimu adalah seperti orang tua kepada anaknya”.
Oleh karena itu menjadilah hak guru itu lebih
besar dari pada hak kedua orang tua. Karena kedua orang tua itu adalah sebab
wujud (ada)nya sekarang dan kehidupan yang fana’ (rusak), sedangkan guru adalah
sebab kehidupan yang kekal. (al-Gazhali, 2009:171)
Maksudnya adalah bahwa seorang guru itu harus
bisa memperlakukan semua anak buahnya atau murid-muridnya seperti melakukan
anak-anaknya, karena dalam mengajar itu harus ditumbuhkan rasa kasih sayang
kepada para murid supaya dalam pembelajarannya menjadi mudah karena sudah
saling memberikan kasih sayang ataupun perhatian sehingga seorang guru itu
harus punya kasih sayang yang besar.
2. Mengikuti
pemilik syara’ (Nabi) saw. Maka ia tidak upah karena memberitahukan ilmu, dan
tidak bermaksud balasan dan terima kasih dengannya itu tetapi ia mengajar
karena mencari keridhaan Allah Ta’ala dan mencari pendekataan diri kepada-Nya. (al-Gazhali,
2009:172)
Bahwa orang yang menjadi pendidik itu harus
mengikuti yang sudah diajarkan oleh Rasulullah saw.dan mengikuti apa yang ada
dalam al-Qur’an, dan dalam mengajarnya itu harus yang diutamakan dalam niatnya
itu mencari ridha Allah dan untuk mendekatkan diri kepada-Nya sedangkan
mendapat gaji, balasan dari manusia itu dinomor berapakan supaya dalam
mengajarnya benar-benar ikhlas sesuai yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya.
Seandainya tidak karena orang yang belajar ini
niscaya kamu tidak memperoleh pahala. Maka janganlah kamu minta upah kecuali
dari Allah Ta’ala, sebagaimana Allah swt berfirman
ÏQöqs)»tur Iw öNà6è=t«ór& Ïmøn=tã »w$tB ( ÷bÎ) yÌô_r& wÎ) n?tã «!$# 4
Artinya
: “Wahai kaumku, saya tidak minta harta kepadamu. Upahku tidak ada selain atas (tanggungan)
Allah”(hud : 29)
Dari firman Allah itu, dapat disimpulkan bahwa
seorang guru itu harus berharap yang paling besar adalah dari Allah semua
balasan yang sudah dikerjakan dan tidak berharap kepada balasan manusia. Dan
imam al-Ghazali juga mengatakan “orang yang mencari harta dengan ilmu adalah
seperti orang yang mengusap kotoran bagian bawah dengan mukanya agar kotoran
itu bersih”. Sungguh menganggumkan perkataan beliau, karena dalam perkataanya
itu mengandung makna yang dalam yaitu orang yang mencari harta dengan ilmu
seperti dia ingin membersihkan kotoran pada kemaluannya. Ini adalah kiasan bagi
orang yang mencari harta dengan ilmu.
3. Bahwa
seorang guru memperingatkan muridnya supaya menuntut ilmu tujuannya adalah
mendekatkan diri kepada Allah bukan kepemimpinan, kemegahan, dan perlombaan.
Sufyan Ats Tsauri rahimahullah tampak sedih,
lalu ditanyakan kepadanya : “ mengapa kamu?”. Maka ia menjawab : “ kami menjadi
toko bagi putera-putera dunia, seseorang dari mereka melazimi (tetap bersama)
kami sehingga apabila ia telah belajar maka ia menjadi hakim atau pegawai atau
sekretaris raja”.
4. Mencegah
murid dari akhlak yang buruk dengan jalan sendirin, sedapat mungkin tidak
dengan terang-terangan, dengan jalan kasih sayang, tidak dengan jalan membuka
rahasia. Karena terang-terangan itu merusak tirai kewibawan dan menyebabkan
berani menyerang karena perbedaan pendapat. Dan menggerakkan kelobaan untuk
terus-menerus.
Dan karena sindiran itu juga menyenangkan jiwa
yang utama dan hati yang suci untuk mengambil pengertian-pengertiannya. Lalu
memberi faedah kesenangan untuk dapat memikirkan pengertiannya karena kecintaan
untuk mengetahuinya. Agar diketahui bahwa hal itu termasuk sesuatu yang tidak
termasuk melengahkan dari kecerdasannya
5. Orang
yang bertanggung jawab dengan sebagian ilmu itu, seyogyanya utnuk tidak
memburukkan ilmu-ilmu yang di luar keahliannya di kalangan muridnya. Ini adalah
akhlak tercela bagi para guru. Seyogyannya akhlak tersebut dijauhi bahkan orang
yang bertanggung jawab dengan satu ilmu seyogyannya untuk melapangkan murid
terhadap jalan belajar pada ilmu lain.
6. Guru
mencukupkan bagi murid itu menurut kadar pemahamannya. Maka ia tidak
menyampaika kepada murid sesuatu yang tidak terjangkau oleh akalnya. Rasulullah
saw.bersabda
نحن
معاشر الانبياء امرنا ان ننزل الناس منازلهم نكلمهم علي قدر عقولهم
Artinya
:” kami golongan para Nabi diperitah untuk menempatkan mereka pada kedudukan
mereka, dan berbicara kepada mereka menurut kadar akal mereka.
Maka tidak seyogyannya bagi orang ‘alim untuk
menyiarkan seluruh apa yang diketahuinya kepada setiap orang. Ini jika orang
yang belajar itu memahaminya namun ia bukan orang yang ahli untuk mengambil
manfaatnya. Maka bagaimanakah apabila ia tidak memahaminya?
Isa as berkata :”janganlah kamu gantungkan
permata di leher babi”. Sesungguhnya hikmah itu lebih baik dari pada permata
maka barang siapa yang membencinya maka ia lebih buruk dai pada babi.
7. Seyogyannya
menyampaikan kepada murid yang pendek (akal) akan sesuatu yang jelas dan patut
baginya, dan ia tidak menyebutkan kepadanya bahwa di balik ini ada sesuatu yang
detail di mana ia menyimpannya dari padanya. Karena hal itu menghilangkan
kesenangannya dalam ilmu yang jelas itu, mengacaukan hatinya terhadap ilmu itu,
dan ia menduga bahwasanya ia (gurunya) kikir padanya akan ilmu itu karena
seitap orang itu menduga bahwa dirinya itu ahli utnuk setiap yang detail. Tidak
ada seorangpun kecuali ia ridah kepada Allah tentang kesempurnaan akalnya
sendiri. Sedangkan orang yang paling dungu dan paling lemah akalnya adalah orang
yang paling bergembira kesempurnaan akalnya.
Secara global tidak seyogyanya untuk membuka
pintu pembahasan bagi orang-orang awam karean hal itu akan mengosongakan
pekerjaan-pekerjaan mereka yang merupakan penegak makhluk dan terus-menerusnya
kehidupan orang-orang yang tertentu.
8. Guru itu
mengamalkan ilmunya. Perumpamaan guru yang membimbing terhadap murid yang
dibimbing itu seperti ukiran dari tanah dan bayangan dari kayu. Maka
bagaimanakah tanah itu akan terukir oleh sesuatu yang tidak ada ukirannya, dan
kapankah bayangan itu lurus sedangkan kayu sendiri itu bengkok ?
Oleh karena itu dikatakan pengertian itu
“
janganlah kamu melarang dari suatu perangi sedangkan kamu melakukannya, cela
besarlah atasmu apabilah kamu melakukannya”.
* tbrâßDù's?r& }¨$¨Y9$# ÎhÉ9ø9$$Î/ tböq|¡Ys?ur öNä3|¡àÿRr&
Artinya
: “Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan
diri (kewajiban) mu sendiri”.
Oleh karena itulah dosa orang alim
dalam kemaksiatannya itu lebih besar dari pada dosa orang bodoh. Karena dengan
ketergelincirannya itu tergelincirlah orang banyak dan mereka mengikutinya. (al-Gazhali,
2009:173-181)
D. SYARAT MENJADI PENDIDIK
a.
Memiliki
bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
b.
Memiliki
komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak
mulia;
c.
Memiliki
kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesusai dengan bidang tugas;
d.
Memiliki
kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas
e.
Memiliki
tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
f.
Memperoleh
penghasilan yang ditentukan sesuai dengna prestasi kerja;
g.
Memiliki
kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan
belajar sepanjang hayat;
h.
Memiliki
jasmani perlindungan hukum dalam melaksankan tugas profesional dan;
i.
Memiliki
organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan
dengan tugas keprofesionalan guru. (Nata, 2010:166)
E. SIFAT PENDIDIK DALAM PANDANGAN ISLAM
Menurut
al-Ghazali, bahwa seorang yang alim itu atau pendidik itu harus memiliki sifat-sifat
dalam bergaul dengan peserta didik ataupun masyarakat
1. Bersabar
2. Selalu bermurah hati
3. Duduk dengan wibawa, dengan cara bersikap
tenang disertai dengan menundukkan kepala;
4. Meninggalkan takabur kepada semua hamba,
kecuali pada orang-orang zalim untuk menghalangi mereka dari kezaliman;
5. Mengutamakan tawadduk dalam
perkumpulan-perkumpulan dan majlis-majlis;
6. Meninggalkan kelakar dan senda gurau;
7. Bersikap lembut kepada murid dan tidak
terburu-buru dalam menghadapi murid yang sombong;
8. Memperbaiki murid yang bodoh dengan arahan yang
baik;
9. Tidak memarahi murid yang bodoh;
10. Meninggalkan kesombongan dari perkataan : aku
tidak tahu;
11. Mencurahkan perhatian kepada penanya dan
memahami pertanyaanya;
12. Menerima hujjah;
13. Tunduk kepada kebenaran dengan kembali
kepadanya dalam kekeliruan;
14. Melarang murid untuk mempelajari ilmu yang
membahayakannya;
15. Memperingatkan murid agar tidak meniatkan ilmu
yang bermanfaat untuk selain Allah swt;
16. Mehgalangi murid utnuk ( menyibukkan diri)
dengan fardhu kifayah sebelum menyelesaikan fardhu ain.
Dan
fardhu ainnya adalah memperbaiki zahir dan batinnya dengan takwa;
17. Membebani dirinya dengan bertakwa terlebih
dahulu, agar murid mengikuti amal-amalnya terlebih dahulu, lalu mengambil
manfaat dari perkataan-perkataannya. (al-Ghazali, 2008:239-241)
Al-abrasy
menyebutkan bahwa guru dalam islam sebaiknya memiliki sifat – sifat sebagai
berikut ini:
1. Juhud, tidak mengutamakan materi, mengajar
dilakukan mencari keridhoan
2. Bersih tubuhnya. jadi, penampilan lahiriah
menyenangkan.
3. Bersih jiwanya, tidak mempunyai dosa besar.
4. Tidak riya, karena riya akan menghilangkan
keihklasan.
5. Tidak memendam rasa dengki dan iri hati
6. Ikhlas dalam melaksanakan tugas
7. Sesuai perbuatan dengan perkataan.
8. Tidak malu mengakui ketidaktauan
9. Tidak menyenangi permusuhan
10. Bijaksana
11. Tegas dalam perkataan dan perbuatan tetapi
tidak kasar
12. Rendah hati (tidak sombong)
13. Lemah lembut
14. Pemaaf
15. Sabar , tidak marah karena hal-hal kecil
16. Berkepribadian
17. Tidak merasa rendah diri
18. Bersifat kebapakan (mampu mencintai murid
seperti mencintai anak sendiri)
19. Mengetahui karakter murid, mencakup pembawaan,
kebiasaan, perasaan, dan pemikiran. (Siddik, 2000:80)
BAB III
PENUTUP
Ø Kesimpulan
Pendidik
itu adalah orang yang bertanggung jawab atas perkembangan peserta didiknya
untuk mengembangkan potensinya baik itu kognitif, efektif, dan psikomotorik dan
bertanggung jawab atas perkembangan siswanya dalam berbagai hal
Dan
pendidik itu menurut persepektif islam adalah
1. Allah
2. Nabi
muhammad saw.
3. Orang
tua
4. Guru
Menurut
al-Ghazali, pendidik harus jaga sikapnya dalam mengajar, seperti
1. Mempunyai
belas kasih sayang
2. Mengikuti
sesuai yang diajarkan Rasul
3. Menyuruh
muridnya supaya mencari ilmu yang mendekatkan diri pada Allah
4. Mencegahnya
dari akhlak tercelah
5. Tidak
menjelekkan ilmu yang lain
6. Memberikan
sesuai dengan kadar kemampuan peserta didik
7. Menyampaikan
dengan jelas
8. Pendidik
mengamalkan ilmunya
Dan
dalam mengajar seorang pendidik memiliki seperti;
a.
Memiliki
bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
b.
Memiliki
komitmen
c.
Memiliki
kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan
d.
Memiliki
kompetensi yang
e.
Memiliki
tanggung jawab
f.
Memperoleh
penghasilan
g.
Memiliki
kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan
belajar sepanjang hayat;
h.
Memiliki
jasmani perlindungan hukum dalam melaksankan tugas profesional dan;
i.
Memiliki
organisasi profesi
Dan adab seorang guru itu harus menenunjukkan
kepada para peserta didiknya sifat-sifat yang baik dalam perkataan maupun perbuatannya,
supaya dalam mengajarkannya muridnya
mudah diaplikasikan oleh para peserta didiknya karena sebelumnya mereka (para
peserta didik) sudah dalam melihatnya pada perilaku yang ditunjukkan oleh
pendidiknya seperti yang diungkanpkan oleh imam al-Ghazali dalam adab seorang
guru.
Ø
Saran
Penulis menyadari bahwa dalam
pembahasan makalah ini jauh dari kesempurnaan dan banyak kesalahan. Oleh karena
itu, kami berharap ataupun senantiasa dengan lapang dada menerima bimbingan dan
arahan serta kritik dan saran yang sifatnya membangun motivasi kita untuk tetap
melakukan perbaikan pada makalah berikutnya.
Daftar
Pustaka
al-Ghazali,
Imam, Bidayatul Hidayah, Jakarta.HIMMAH.2008
, Ihya Ulumuddin.Jilid 1. Semarang;CV.Asy-syifa’.cet.30.2009
Dja’far,
Siddik, Konsep Dasar Ilmu Pendidikan
Islam.Cita Pustaka Media Perintis, Bandung, 2000
Http//Pendidik
dalam pendidikan Islam.Com
Nata, Abuddin, ilmu pendidikan islam, Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2010
Tafsir, Ahamd, Ilmu Pendidikan dalam
Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993
Tidak ada komentar:
Posting Komentar