PSIKOLOGI SOSIAL
A.
PENGANTAR
Psikologi
sosial merupakan salah satu cabang dari ilmu sosial yang mengkaji tentang
kegiatan-kegiatan manusia dalam hubungannya dengan kontek sosialnya. Diantara
kegiatan-kegiatan tersebut adalah kelompok-kelompok organisasi,
kepemimpinannya, anggota atau pengikutnya, perilkau moralnya, kekuasaannya,
komunikasinya, dan kebudayaannya. Setelah mengikuti perkuliahan ini
mahasiswa-mahasiswi diharapkan dapat menjelaskan pengertian, ruang lingkup, dan
tujuan psikologi sosial, menjelaskan konsep-konsep dasar psikologi sosial, dan
mengimplementasikan konsep dasar psikologi sosial dalam kehidupan masyarakat.
B.
URAIAN
MATERI
1.
Pengertian
Psikologi Sosial
Ditinjau
dari sudut asal katanya, kata “psychology” dari bahasa Inggris yang berarti
ilmu jiwa dan psichologie atau psychology berasal dari bahasa Yunani yang
terdiri dari dua buah kata, yaitu “psyche” dan “logos” yang berarti jiwa dan
ilmu. Berdasarkan kedua pengertian itu, maka orang dengan mudah memberikan
batasan atau pengertian psikologi sebagai ilmu pengetahuan tentang jiwa atau
sering disebut dengan “ilmu jiwa.” (Walgito, 2002: 1).
Pada
tahun 1930, di Amerika Serikat telah dikembangkan psikologi yang secara khusus
mempelajari hubungan antar manusia. Akhirnya muncullah cabang ilmu baru dari
ilmu jiwa ini yang kemudian dikenal dengan istilah psikologi sosial.
Masalah-masalah yang menjadi fokus bahasannya adalah kegiatan-kegiatan manusia
dalam hubungannya dengan kontek sosialnya. Diantara kegiatan-kegiatan tersebut
adalah kelompok-kelompok organisasi, kepemimpinannya, anggota atau pengikutnya,
perilkau moralnya, kekuasaannya, komunikasinya, dan kebudayaannya (Ahmadi,
2002).
Berikut
ini adalah kutipan beberapa pendapat tokoh tentang pengertian psikologi sosial
(Ahmadi, 2002), yaitu :
- Kamus Paedagogik menyatakan
bahwa : “Psikologi sosial ialah ilmu jiwa yang mempelajari gejala-gejala
psikis pada massa, bangsa, golongan, masyarakat dan sebagainya. Lawannya :
Psikologi individu (orang-orang).”
- Hubert Bonner dalam bukunya
“Social Psychology“ menyatakan “ Psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan
yang mempelajari tingkah laku manusia. “Definisi ini menunjukkan bahwa
Bonner lebih menitikberatkan pada tingkah laku individu, bukan tingkah
laku sosial. Tingkah laku inilah yang menjadi pokok atau sasaran utama
dalam mempelajari psikologi sosial.
- A.M. Chorus dalam bukunya
“Gronslagen der sociale Psycologie“ merumuskan bahwa : “Psikologi sosial
adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku individu manusia
sebagai anggota suatu masyarakat.” Chorus memberikan definisi tersebut
dengan kesadaran bahwa setiap manusia yang normal akan hidup dan
berhubungan bersama dengan masyarakat.
- Sherif & Sherif dalam
bukunya “An Outline of Social Psychology memberikan definisi sebagai
berikut : “Psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari
pengalaman dan tingkah laku individu manusia dalam kaitannya dengan
situasi-situasi perangsang sosial“. Dalam definisi ini, tingkah laku telah
dihubungkan dengan situasi-situasi perangsang sosial.
- Roueck and Warren dalam bukunya
“Sociology“ memberikan batasan bahwa : “Psikologi sosial ialah ilmu
pengetahuan yang mempelajari segisegi psychologis daripada tingkah laku
manusia, yang dipengaruhi oleh interaksi sosial.“ Dalam definisi ini telah
dinyatakan bahwa interaksi manusia telah nyata pengaruhnya pada tingkah
laku manusia.
Pendapat
para tokoh tentang pengertian psikologi sosial diatas sangat beragam. Namun
demikian tidaklah berarti antara yang satu dengan yang lainnya saling
bertentangan. Perpaduan diantara pendapat tersebut akan dapat saling melengkapi
dan menyempurnakan. Rangkuman pengertian dari berbagai pendapat tersebut dapat
dirumuskan sebagai berikut : “Psikologi sosial adalah suatu studi ilmiah
tentang pengalaman dan tingkah laku individu-individu dalam hubungannya dengan
situasi sosial.“ Dengan demikian membicarakan psikologi sosial tidak dapat dilepaskan
dari pembicaraan individu yang berhubungan dengan situasi-situasi sosial.
Dalam
kehidupan sehari-hari, hubungan diantara manusia tersebut ternyata tidak
selamanya berjalan lancar. Adakalanya muncul kesalahpahaman, perselisihan,
pertengkaran, permusuhan, bahkan peperangan. Lingkup kejadiannya tidak saja
terjadi dalam skala yang kecil ditingkat keluarga dan lingkungan kelurahan
tetapi juga bisa terjadi dalam skala yang lebih besar ditingkat nasional dan
internasional. Dalam kajian psikologi sosial, hal ini terjadi karena tidak
adanya kesamaan pandang terhadap suatu pola perilaku pada suatu struktur
kelompok sosial. Masing-masing pihak merespon rangsangan sosial yang
diterimanya dari lingkungan sosial, sehingga memunculkan sikap memilih atau
menghindari sesuatu.
Peristiwa-peristiwa
yang terjadi pada hubungan antar manusia tersebut mendorong para ahli untuk
memberikan definisi operasional pada psikologi sosial karena dalam tatanan ilmu
pengetahuan masih termasuk dalam ilmu yang baru terbentuk.
2.
Ruang
Lingkup Psikologi Sosial
Psikologi
sosial yang menjadi obyek studinya adalah segala gerak-gerik atau tingkah laku
yang timbul dalam konteks sosial atau lingkungan sosialnya. Oleh karenanya
masalah pokok yang dipelajari adalah pengaruh sosial atau perangsang sosial.
Hal ini terjadi karena pengaruh sosial inilah yang mempengaruhi tingkah laku
individu. Berdasarkan inilah psikologi sosial membatasi diri dengan mempelajari
dan menyelidiki tingkah laku individu dalam hubungannya dengan situasi
perangsang sosial (Ahmadi, 2005). Obyek pembahasan dari psikologi sosial
tidaklah berbeda dengan psikologi secara umumnya. Hal ini bisa dipahami karena
psikologi sosial adalah salah satu cabang ilmu dari psikologi. Bila obyek
pembahasan psikologi adalah manusia dan kegiatannya, maka psikologi sosial
adalah kegiatan-kegiatan sosialnya. Masalah yang dikupas dalam psikologi umum
adalah gejala-gejala jiwa seperti perasaan, kemauan, dan berfikir yang terlepas
dari alam sekitar. Sedangkan dalam psikologi sosial masalah yang dikupas adalah
manusia sebagai anggota masyarakat, seperti hubungan individu dengan individu
yang lain dalam kelompoknya.
Psikologi
sosial dalam membicarakan obyek pembahasannya dapat pula bersamaan dengan
sosiologi. Masalah-masalah sosial yang dibicarakan dalam sosiologi adalah
kelompok-kelompok manusia dalam satu kesatuan seperti macam-macam kelompok,
perubahan-perubahannya, dan macammacam kepemimpinannya. Sedangkan dalam
psikologi sosial adalah meninjau hubungan individu yang satu dengan yang
lainnya seperti bagaimana pengaruh terhadap pimpinan, pengaruh terhadap
anggota, pengaruh terhadap kelompok lainnya. Persamaan-persamaan pembahasan
sebagaimana penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup pembahasan
psikologi sosial berada pada ruang antara psikologi dan sosiologi. Titik
persinggungan inilah yang dalam sejarah pertumbuhan ilmu pengetahuan
memunculkan ilmu baru dalam lapangan psikologi, yakni psikologi sosial.
Psikologi sosial merupakan bagian dari psikologi yang secara khusus mempelajari
tingkah laku manusia atau kegiatan-kegiatan manusia dalam hubungannya dengan
situasi-situasi sosialnya. (Ahmadi, 2002)
3.
Tujuan
Psikologi Sosial
Dalam
sub bahasan ini, dibatasi pada uraian tujuan kurikuler bidang studi psikologi
sosial. Tujuan kurikuler psikologi sosial yang harus dicapai sekurang-kurangnya
meliputi lima tujuan berikut :
a.
Membekali
peserta didik dengan pengetahuan Psikologi sosial sehingga tidak terpengaruh,
tersugesti, atau terpengaruh oleh situasi sosial yang tidak selamanya bernilai
baik.
b.
Membekali
peserta didik dengan kemampuan mengidentifikasi, menganalisa dan menyusun
alternatif pemecahan masalah-masalah sosial secara tepat dan sistematis
mengenai proses kejiwaan yang berhubungan dengan kehidupan bersama.
c.
Membekali
peserta didik dengan kemampuan berkomunikasi dengan sesama warga masyarakat
sehingga memudahkan dalam melakukan pendekatan untuk mewujudkan perubahan dan
pengarahan kepada tujuan dengan sebaik-baiknya.
d.
Membekali
peserta didik dengan kesadaran terhadap lingkungan sosial sehingga mampu
merubah sifat dan sikap sosialnya.
e.
Membekali
peserta didik dengan kemampuan mengembangkan pengetahuan dan keilmuan Psikologi
sosial sesuai dengan perkembagan kehidupan, perkembangan masyarakat,
perkembangan ilmu, dan perkembangan teknologi.
Kelima
tujuan di atas, menjadi tanggung jawab yang harus dicapai dalam pelaksanaan
kurikulum Psikologi sosial di berbagai lembaga pendidikan. Tentu dengan
keluasan, kedalaman dan bobot yang sesuai dengan jenis dan jenjang pendidikan
yang dilaksanakan.
4.
Konsep
Dasar Psikologi Sosial dan Implementasinya dalam Kehidupan Masyarakat
a.
Konsep
Dasar Psikologi Sosial
Sebagaimana
ilmu-ilmu sosial, obyek pembahasan psikologi sosial adalah terpusat kepada
kehidupan manusia. Manusia adalah salah satu ciptaan Tuhan yang memiliki
kecerdasan, kesadaran, dan kemauan yang tinggi dibandingkan dengan
makhluk-makhluk-Nya yang lain. Kelebihan inilah yang mendorong manusia mampu
menguasai alam, menaklukkan makhluk yang lebih kuat, dan menciptakan segala
sesuatu yang dapat menyempurnakan dirinya. Hal ini bisa tercapai karena dalam
diri manusia terdapat potensi yang selalu mengalami proses perkembangan setelah
individu tersebut berinteraksi dengan lingkungannya. Menurut Abu Ahmadi (2002),
potensi-potensi yang dimiliki manusia sehingga membedakan dengan makhluk
ciptaan Tuhan yang lainnya adalah sebagai berikut :
1)
Kemampuan
menggunakan bahasa.
Kemampuan
berkomunikasi dengan menggunakan bahasa ini hanyalah semata-mata terdapat pada
manusia dalam pengertian bisa merubah, menambah, dan mengembangkan bahasa yang
digunakan. Sedangkan pada binatang memang ada tetapi masih sangat sederhana
sekali dan terbatas pada bunyi suara yang merupakan isyarat atau tanda-tanda.
2)
Adanya
sikap etik.
Dalam
setiap masyarakat pasti terdapat peraturan atau norma-norma yang mengatur
tingkah laku anggota-anggotanya baik itu masyarakat modern maupun masyarakat
yang masih terbelakang sekalipun norma tersebut merupakan ketentuan apakah sesuatu
perbuatan itu dipandang baik atau buruk. Norma tersebut tidak selalu sama
antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya sesuai dengan adat kebiasaan,
agama, dan perkembangan kebudayaan umumnya dimana dia hidup. Individu sebagai anggota
masyarakat berusaha untuk berbuat sesuai dengan norma yang berlaku dalam
masyarakat karena adanya sikap etik yang dimiliknya. Namun demikian sesuai
dengan tuntutan kebudayaan manusia berusaha untuk menyempurnakan norma yang
telah ada.
3)
Hidup
dalam 3 dimensi waktu.
Manusia
memiliki kemampuan untuk hidup dalam 3 dimensi waktu. Manusia mampu mendasarkan
tingkah lakunya pada pengalaman masa lalunya, kebutahan-kebutuhan sekarang, dan
tujuan yang akan dicapai pada masa yang akan datang. Pengalaman-pengalaman masa
lalu merupakan pegangan bagi perbuatan-perbuatannya masa sekarang, sehingga kesalahan
yang sama tidak akan selalu terulang-ulang. Pengalamanpengalaman yang tidak
baik diingat untuk tidak diperbuat lagi sedangkan pengalaman-pengalaman yang
baik dipegang untuk pedoman dalam kegiatan-kegiatannya masa kini yang kemudian
kegiatan tersebut diarahkan untuk mencapai tujuan yang akan datang dengan
sebaikbaiknya. Dengan perkataan lain bahwa manusia dapat merencanakan apa yang
akan diperbuat dan apa yang akan dicapai.
Ketiga
potensi diatas oleh para ahli dijadikan sebagai syarat “ human minimum “. Oleh
karenanya bila tidak terdapat ketiga potensi ini maka akan sukar untuk dikelompokkan
sebagai masyarakat manusia. Pemahaman ini selanjutnya akan mendorong untuk
meningkatkan kecakapan dan potensi diri pribadinya. Dengan potensinya tersebut,
manusia juga disebut sebagai makhluk monopluralis. Disebut demikian karena
manusia dapat dipandang sebagai makhluk individu, sosial, dan ber-Tuhan.
Makhluk
individu
Manusia
sebagai makhluk individual berarti manusia itu merupakan suatu totalita.
Individu berasal dari kata in-dividere, yang berarti tidak dapat dipecah-pecah.
Dalam aliran modern, ditegaskan bahwa jiwa manusia itu merupakan satu kesatuan
jiwa raga yang berkegiatan secara keseluruhan.
Makhluk
sosial
Manusia
tidaklah mungkin hidup sendiri tanpa adanya komunikasi dengan manusia yang
lainnya. Sejak dilahirkan manusia membutuhkan bantuan orang lain, ia memerlukan
bantuan makan, minum, dan memenuh kebutuhan biologisnya. Demikian pula setelah
tumbuh lebih besar, berbicara, belajar, berjalan, mengenal benda, mengenal
norma, dan sebagainya selalu membutuhkan bantuan orang lain di sekitarnya.
Makhluk
ber -Tuhan
Sebagai
manusia yang beragama, dalam kehidupannya tidak bisa dilepaskan dari pengakuan
terhadap Tuhan. Hanya mereka yang tergolong atheis saja yang tidak mengakui
adanya Tuhan. Sebenarnnya mereka yang atheispun tanpa disadari telah menyatakan
kebutuhannya kepada Tuhan meskipun tidak sempurna. Hal ini terbukti dengan
aktivitasnya yang menyembah kepada dewa-dewa dan benda-benda lainnya.
b.
Implementasi
Psikologi Sosial dalam Kehidupan Masyarakat
Dalam
setiap masalah atau kasus yang terjadi di masyarakat pada umumnya disebabkan
adanya ketidakseimbangan perrhatian atau pembinaan terhadap kedua aspek yang
ada dalam diri manusia, yakni : aspek jasmani (raga) dan aspek rohani (jiwa).
Keseimbangan kedua aspek tersebut sangat berpengaruh terhadap setiap perilaku
individu ketika menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dalam berinteraksi
dengan masyarakatnya. Terkait hal di atas dapat dicontohkan dalam kasus sebagai
berikut : seorang remaja yang berusia 18 tahun yang sedang duduk di bangku SMA
memiliki sifat introvert. Lingkungan yang keras dan minimnya pengetahuan
tentang keagamaan telah membesarkannya menjadi orang yang mudah terpengaruh pada
situasi dan kondisi di lingkungan sekitarnya. Selain dari lingkungan
sekitarnya, kasus yang terjadi pada anak ini juga dilatar belakangi oleh
keadaan keluarganya yang broken home sehingga mengakibatkan pengaruh-pengaruh
yang buruk dari lingkungan keluarga juga dengan mudah memasuki kehidupannya.
Hampir tiap malam anak ini bergaul dengan teman di lingkungannya yang sering
berjudi dan mabuk-mabukan sehingga proses pendidikannya terganggu.
Terkait
dengan kasus kenakalan remaja di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
pengaruh lingkungan yang buruk dan kurangnya perhatian orang tua (broken home)
sangat berpengaruh terhadap perkembangan jiwa keagamaan dan kerohanian pada
diri anak. Dalam hal ini yang paling utama adalah penanaman jiwa keagamaan anak
sejak dini. Jadi, peranan keagamaan pada diri anak sangat penting dalam
kehidupannya, karena dengan pendidikan agama diharapkan dapat menyaring segala
sesuatu yang bersifat negatif dalam kehidupan bermasyarakat (Arifin, 2004). Pendidikan
agama dalam hal ini adalah pendidikan Islam yang tidak dibatasi oleh institusi
(kelembagaan) ataupun pada kalangan pendidikan tertentu. Pendidikan Islam di
sini diartikan sebagai upaya yang dilakukan oleh mereka yang memiliki tanggung
jawab terhadap pembinaan, bimbingan, pengembangan, serta pengarahan potensi
yang dimiliki anak agar mereka dapat berfungsi dan berperan sebagaimana hakikat
kejadiannya.
Studi
pada kasus diatas memberikan ilustrasi bahwa betapa besarnya pengaruh
lingkungan terhadap perilaku individu dalam kelompok sosial. Psikologi sosial
dalam hal ini membantu memberikan pemecahan persoalannya dengan upaya
pendidikan keagamaan. Perangsang sosial yang berupa pendidikan keagamaan dan
lingkungan sosial yang penuh dengan kekeluargaan diharapkan mampu merubah
perilaku individu menjadi lebih baik, sehingga secara bertahap persoalan
mendasar dari pengaruh buruk
lingkungan akan terkikis
dan tergantikan dengan pengaruh yang baik dari pendidikan keagamaan.
C.
LATIHAN
Ceritakan
satu kasus dalam kehidupan anda tentang peranan pendidikan agama terhadap
psikologi sosial !
D.
RANGKUMAN
Psikologi
sosial adalah ilmu pengetahuan yang merupakan bagian dari psikologi pada
khususnya dan ilmu pengetahuan sosial pada umumnya. Peranan psikologi sosial
adalah membantu memberikan ketenangan dan kebahagiaan dalam kehidupan
bermasyarakat. Peranan ini dilakukan
oleh psikologi sosial karena yang menjadi obyek studinya adalah segala
gerak-gerik atau tingkah laku hidup kejiwaan manusia yang berkaitan dengan
hubungan–hubungan sosial, baik antara individu dan individu ataupun dengan
kelompok sosialnya. Sehingga hasil analisa atau studinya dapat digunakan
sebagai pedoman dalam merubah perilaku menjadi lebih baik sebagaimana yang
diinginkan.
Tujuan
psikologi sosial adalah membekali peserta didik dengan pengetahuan, kemampuan
mengidentifikasi, menganalisa, dan memecahkan masalah, kemampuan berkomunikasi,
dan keterampilan terhadap lingkungan hidup dengan kesadaran dan sikap mental
yang positif sesuai dengan perkembangan kehidupan, perkembangan masyarakat,
perkembangan ilmu, dan teknologi.
Konsep
dasar psikologi sosial berpusat pada manusia yang memiliki potensi untuk selalu
mengalami proses perkembangan setelah individu tersebut berinteraksi dengan
lingkungannya. Sementara implementasi psikologi sosial dalam kehidupan
masyarakat mengutamakan prinsip keseimbangan pada dua aspek yang ada dalam diri
manusia, yakni : aspek jasmani (raga) dan aspek rohani (jiwa). Keseimbangan
kedua aspek tersebut sangat berpengaruh terhadap setiap perilaku individu
ketika menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dalam berinteraksi dengan
masyarakatnya.
E.
PENILAIAN
- Jelaskan pengertian dan ruang lingkup psikologi
sosial ! (bobot : 20)
- Jelaskan salah satu tujuan psikologi sosial ! (bobot
: 20)
- Jelaskan salah satu konsep dasar psikologi sosial ! (bobot
: 25)
- Jelaskan implementasi konsep
dasar psikologi sosial dalam kehidupan masyarakat ! (bobot : 35)
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 2002. Psikologi Sosial. Jakarta:
Rineka Cipta.
Arifin, M. 2004. Psikologi Dakwah Suatu
Pengantar Studi. Jakarta: Bumi Aksara.
Armas, Adnin. 2007. Krisis Epistemologi dan
Islamisasi Ilmu. Ponorogo: CIOS.
Baron, Robert A. dan Donn Byrne. 2003.
Psikologi Sosial. Terjemahan Ratna Juwita, dkk. Jakarta: Penerbit Erlangga.
David O. Sears, dkk.tanpa tahun. Psikologi
Sosial. Terjemahan Michael Adryanto. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Nashori, Fuad. 2002. Agenda Psikologi Islam.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Schellenberg, James A.. 1997. Tokoh-Tokoh
Psikologi Sosial. Terjemahan Nancy Simanjutak. Jakarta: Bumi Aksara.
Walgito, Bimo. 2002. Pengantar Psikologi
Umum. Yogyakarta: Penerbit Andi.