A.
Pengantar
Uraian materi pada bab ini merupakan
kelanjutan dari bab sebelumnya yang akan membahas tentang sejarah lahirnya IPS di beberapa negara dan
di Indonesia. Pembahasan tentang sejarah
lahirnya IPS akan memeberikan gambaran pada mahasiswa mengenai latar
belakang IPS menjadi bagian dari materi
yang penting untuk dipelajari oleh mahasiswa, terutama calon guru IPS.
Setelah mempelajari bab ini,
Mahasiswa-mahasiswi diharapkan mampu memahami
latar belakang lahirnya IPS, dan secara lebih spesifik diakhir
perkuliahan mahasiswa-mahasiswi diharapkan dapat:1) . menguraikan latar
belakang lahirnya IPS, 2) perkembangan IPS di Indonesia dan 3) menjelaskan
tradisi pembelajaran IPS di Indonesia.
B. Uraian Materi
1.
Latar Belakang Lahirnya IPS
Ide
IPS berasal dari literatur pendidikan Amerika Serikat. Nama asli IPS di Amerika
Serikat adalah social studies. Istilah tersebut pertama kali digunakan
sebagai nama sebuah lembaga yang diberi nama committee of social studies.
Lembaga ini merupakan himpunan tenaga ahli yang berminat pada kurikulum
ilmu-ilmu sosial di tingkat sekolah dan ahli-ahli ilmu sosial yang mempunyai
minat yang sama.
Nama
lembaga ini kemudian dipergunakan untuk nama kurikulum yang mereka hasilkan,
yakni kurikulum social studies. Nama social studies makin terkenal ketika
pemerintah mulai memberikan dana untuk mengembangkan kurikulum tersebut.
Kurikulum tersebut ahirnya dikembangkan dengan nama kurikulum social studies.
Sebagai
sebuah disiplin keilmuan yang menarik minat banyak kalangan pemerhati
kemanusiaan, sosial studies berkembang dan dikaji dibanyak negara.
Termasuk di Indonesia sosial studies dikaji sebagai sebuah disiplin
keilmuan disesuaikan dengan kondisi dan karateristik bangsa Indonesia. Di
Indonesia social studies dikenal dengan nama studi sosial. Dalam perkembangannya studi sosial dimasukkan
dalam kurikulum untuk dipelajari oleh peserta didik mulai dari jenjang
Pendidikan dasar sampa perguruan tinggi. Secara lebih spesifik studi sosial
mulai dimuat dalam Kurikulum 1975 dengan nama Ilmu pengetahuan Sosial (IPS).
IPS merupakan sebuah mata pelajaran yang dipelajari dari tingkat pendidikan
dasar sampai
dengan
pendidikan tinggi pada jurusan atau program studi tertentu.
Agar
uraian mengenai latar belakang lahirnya IPS lebih jelas, dalam paket ini
dikemukakan pengalaman beberapa negara yang memasukan IPS ke dalam kurikulum
pendidikan yang diajarkan kepada siswa-siswi. Pembahasan mengenai latar
belakang lahirnya IPS akan dilihat dari dua aspek, yakni latar belakang sosiologis
dan pedagogis dengan mempertimbangkan aspek kemasyarakatan dan ilmu-ilmu sosial
yang dikaji dalam IPS.
- Latar Belakang Sosiologis
Tinjauan
terhadap latar belakang sosiologis difokuskan pada tempat lahirnya IPS yang
pada awalnya bernama social studies. IPS dengan nama social studies
pertama kali digunakan dalam kurikulum sekolah Rugby di Inggris pada tahun
1827. Dr. Thomas Arnold, direktur sekolah tersebut adalah orang pertama yang
berjasa memasukkan IPS (social studies) ke dalam kurikulum sekolah.
Latar belakang dimasukkannya IPS ke dalam kurikulum sekolah berangkat dari
kondisi masyarakat Inggris pada waktu itu yang tengah mengalami kekacauan
akibat revolusi industri yang melanda negara itu. Masyarakat dan peradaban
Inggris terancam dekadensi, karena mekanisasi industri telah menimbulkan
kesulitan besar bagi masyarakat Inggris, terutama kaum buruh. Kaum kapitalis
dan pemerintah yang kurang memperhatikan nasib kaum
buruh
yang mengakibatkan terjadinya pemerasan dan penindasan. Selain itu, di Inggris
juga terjadi persaingan di kalangan buruh sendiri, yang menyebabkan hidup kaum
tidak punya (the haves not) menjadi sangat menderita. Kehidupan antar kaum
buruh dan antara buruh dengan majikan digambarkan oleh filosuf Inggris Thomas
Hobbes sebagai homo homoni lopus bellum omnium contra omnes
(
manusia adalah srigala bagi yang lain, mereka saling berperang).
Singkatnya,
manusia menjadi kehilangan kemanusiaannya (dehumanisasi).Sebagai respon
terhadap keadaan yang demikian ironis, Arnold memasukkan IPS ke dalam kurikulum
sekolahnya. Upayanya kemudian ditiru oleh banyak sekolah lainnya, dan sekaligus
menjadi awal berkembangnya IPS sebagai matapelajaran di sekolah.
Latar belakang munculnya IPS di Amerika Serikat berbeda dari Inggris.
Setelah Perang Budak atau Perang Saudara antara penduduk Utara-Selatan
(1861-1865), di Amerika terjadi kekacauan sosial. Masyarakat Amerika Serikat
yang sangat beragam belum merasa menjadi satu bangsa. Segregasi sosial masih kental dan
lekat dengan kehidupan masyarakat Amerika pada saat itu. Sebagai respon atas
keadaan masyarakat tersebut, para ahli kemasyarakatan Amerika Serikat mencari
upaya untuk membantu proses pembentukan bangsa Amerika Serikat, antara lain
dengan mengembangkan IPS sebagai jawaban atas situasi sosial. IPS dimasukkan ke
dalam kurikulum sekolah, yang dipeopori oleh sekolahsekolah di negara bagian
Wisconsin sejak 1892. Setelah dipelajari secara terus menerus
sampai
awal dasa warsa abad ke-20, pada tahun 1916 panitia nasional untuk pendidikan
menengah Amerika Serikat menyetujui pengembangan dan pemasukan IPS ke dalam
kurikulum sekolah.
Paparan
tersebut menggambarkan bahwa situasi masyarakat di Inggris pada tahun 1827,
yaitu awal industri modern, mirip dengan keadaan masyarakat Indonesia dewasa
ini. Industri sedang berkembang dan tanda-tanda dehumanisasi nampak pula di
Indonesia. Di antara indikator yang menunjukkan kemiripan tersebut adalah
terjadinya berbagai tindak kejahatan, seperti perampokan yang disertai
pembunuhan, kurang terjaminnya kaum buruh, individualisme yang mulai
menggerayangi masyarakat perkotaan, tindakan mengobyekkan para penganggur dan
pencari pekerjaan melalui human trafficing, terdesaknya alat-alat produksi
tradisional oleh alat produksi buatan negara asing, dan penumpukan kekayaan
pada golongan minoritas. Keadaan masyarakat yang demikian mengingatkan pada
betapa pentingnya pembentukan jiwa sosial yang humanis sedini mungkin melalui
pembelajaran IPS di sekolah-sekolah.
- Latar belakang Pedagogis
Di samping sebagai reaksi atas keadaan masyarakat, seperti di Inggris,
Amerika, dan Indonesia, lahirnya IPS juga dilatarbelakangi oleh keinginan untuk
menyiapkan peserta didik agar menjadi warga masyarakat yang bertanggungjawab,
yakni dapat mewujudkan kewajiban dan hak-haknya dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan mempelajari IPS, peserta didik diharapkan akan menjadi warga masyarakat
yang tidak individualistik, yang hanya mementingkan kebutuhan sendiri, dan
mengesampingkan kebutuhan orang lain atau warga masyarakat lainnya. Sebaliknya,
mereka diharapkan menjadi warga masyarakat yang memiliki watak sosial yang
selalu sadar bahwa hidupnya hanya dapat berlangsung bersama dan bekerja sama
dengan orang lain, dan orang lain hanya mau hidup bersama dan bekerja sama bila
mendapat perlakuan yang baik dari mereka.
Dalam
kaitan ini, ilmu-ilmu sosial tidak dapat memenuhi kebutuhan tersebut, karena
sifat ilmiah yang dimiliki oleh ilmu-ilmu sosial tersebut. Peserta didik yang
menjadi warga masyarakat, sementara mereka baru lulus dari jenjang pendidikan
dasar dan menengah, memerlukan pengetahuan interdisipliner yang pragmatis dan
praktis bagi kehidupan sosialnya. Dalam teori pendidikan digambarkan bahwa
peserta didik dan masyarakat merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh
menyeluruh. Dalam kehidupan, mereka tidak memisahkan suatu aspek kehidupan dari
aspek kehidupan yang lain. Aspek geografi, sejarah, ekonomi, sosiologi,
antropologi, politik dan
sosial
lainnya tidak terpisahkan dalam kehidupan sosial seseorang, bahkan saling
terkait dan berhubungan. Oleh karena itu, dalam menggambarkan keadaan
manyarakat sebaiknya para guru menggambarkan keadaan masyarakat sebagai suatu
kesatuan dan keutuhan. Disiplin ilmu-ilmu sosial dipandang tidak mendukung
prinsip pedagogis di atas, karena berbagai disiplin itu membawa masyarakat
dalam keadaan terpisahpisah. Pengajaran IPS juga lebih dekat dengan keadaan
sekarang yang ada dalam lingkungan hidupnya. Dengan demikian tidaklah terlalu
sukar bagi peserta didik untuk mengamati, menggambarkan dan memikirkannya,
karena masih berada dalam jangkauan mereka, baik dari segi waktu maupun
tempatnya. Bahan dan materi IPS merupakan kenyataan hidup yang dialami oleh
peserta didik saat ini (kontekstual). Peserta didik diharapkan tertarik dan
berminat mempelajari IPS, karena mereka belajar dengan memperoleh pengalaman
dari kehidupan mereka sendiri, dan pengalaman atas kehidupan nyata merupakan
proses belajar yang paling baik. Dengan demikian, hasil belajar yang paling
baikpun dapat diharapkan pula. Pendapat lain menyatakan bahwa dengan IPS,
pengajaran tentang kehidupan sosial dapat berlansung secara lebih efisien,
karena seluruh aspek kehidupan disajikan sekaligus. Dalam satu kali jangkau,
seluruh segi kehidupan dapat dipelajari oleh peserta didik. Kebenaran yang
diperoleh peserta didik akan lebih besar pula, karena mereka tidak melihat
masyarakat bagian per-bagian, tetapi menyeluruh. Itulah latar belakang
pedagogis dikembangnya IPS. Mengingat berbagai kemiripan dan kegunaanya bagi
pembinaan masyarakat Indonesia, maka pengembangan IPS di dunia pendidikan di
Indonesia merupakan kebutuhan pedagogis sebagaimana halnya pengalaman di
Inggris dan Amerika Serikat sebagai wahana pembinaan sikap sosial bagi peserta
didik.
2.
Perkembangan IPS di Indonesia
IPS
sebagai sebuah bidang keilmuan yang dinamis, karena mempelajari tentang keadaan
masyarakat yang cepat perkembangannya, tidak lepas dari perkembangan.
Pengembangan kurikulum IPS merupakan jawaban terhadap tuntutan kebutuhan
masyarakat yang akan mempelajarinya. Perkembangan IPS di Indonesia
dilatarbelakangi oleh beberapa hal berikut. Segi lain yang menyebabkan
dikembangkannya kurikulum IPS sebagai mata pelajaran wajib bagi setiap anak
didik adalah menyiapkan mereka kelak apabila terjun ke dalam kehidupan
masyarakat. Sejak diberlakukan kurikulum tahun 1964 sampai kurikulum 1968,
program pengajaran ilmu-ilmu sosial masih menggunakan cara-cara (pendekatan)
tradisional. Ilmu sosial seperti sejarah, geografi (ilmu bumi) dan ekonomi
masih disajikan secara terpisah. Sejumlah ahli menyadari bahwa sebenarnya
sistem tersebut telah usang dan tidak relevan.
a.
Pengalaman hidup masa lampau dengan situasi sosialnya yang labil memerlukan
masa depan yang lebih mantap dan utuh sebagai suatu bangsa yang bulat.
b.
Laju perkembangan pendidikan, teknologi, dan budaya Indonesia memerlukan
kebijakan pendidikan pengajaran yang seirama dengan laju perkembangan tersebut.
c.
Agar output pendidikan persekolahan benar-benar lebih relevan dengan
tuntutan masyarakat yang ia akan menjadi bagiannya dan materi yang dimuat dalam
kurikulum atau dipelajari peserta didik dapat bermanfaat.
Terkait dengan pengembangan kurikulum IPS, seorang ahli pendidikan, guru
besar pada IKIP Malang, Prof. Dr. Soepartinah Pakasi, dapat dianggap sebagai
penganut social studies yang pertama di Indonesia. Pada tahun 1968
beliau menerapkan pola pengajaran social studies pada sekolah percobaan
IKIP Malang yang dipimpinnya. Dalam penerapannya, guru-guru social studies di
sekolah-sekolah tersebut di samping diberi pedoman pelatihan keterampilan
secara khusus juga didampingi oleh sebuah regu dosen jurusan sejarah, geografi
dan ekonomi.
Dalam
lingkup nasional ide-ide untuk menerapkan pengajaran sosial studies mulai ramai
diperbincangkan sekitar tahun 1971/1972. Untuk menyongsong dilaksanakannya
pengajaran social studies, telah dilaksanakan seminar sosial seperti “Seminar
Sejarah” di Yogyakarta pada ahun 1971,“Seminar Geografi” di Semarang pada tahun
1972, dan “Seminar Kependudukan” di Bandung pada tahun 1973. Pada tahun 1972,
oleh Badan Penelitian Pendidikan (sekarang menjadi Badan Penelitian
Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan = BP3K), di Jakarta diselenggarakan
pertemuan para ahli pendidikan berbagai disiplin ilmu dari IKIP dan
lembaga-lembaga lain untuk membahas masalah rencana pembaharuan kurikulum
sekolah di Indonesia. Pertemuan tersebut menyepakati penerapan prinsip kerja
kurikulum Broadfield untuk mata pelajaran ilmu-ilmu sosial, yaitu sistem
kurikulum yang mengelompokkan mata pelajaran sejenis yang menjadi satu bidang
studi. Disepakati pula untuk mata pelejaran kemasyarakatan (ilmu sosial)
seperti sejarah, geografi, ekonomi dan lain-lain dikelompokkan (di padukan) dalam
satu bidang studi dengan nama Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
Pemaduan
ilmu-ilmu sosial menjadi bidang studi IPS di terapkan pada Kurikulum 1974 untuk
8 buah proyek perintis sekolah pembangunan (PPSP) . Setahun kemudian nama
bidang studi IPS resmi memperoleh status formal melalui pembakuan Kurikulum
1975 untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah.
3.
Tiga Tradisi Pembelajaran IPS
Pembelajaran
IPS memiliki tiga tradisi yang berbeda satu dengan yang lain.Ketiga tradisi
tersebut adalah: Pembelajaran IPS sebagai transmisi kewarganegaraan,
Pembelajaran IPS sebagai ilmu sosial, dan Pembelajaran IPS sebagai inkuiri yang
reflektif. Gambaran tentang ketiga tradisi pembelajaran IPS tersebut akan
dipaparkan
dalam
bahasan berikut.
- Pembelajaran IPS sebagai Transmisi Kewarganegaraan
Pembelajaran
IPS sebagai transmisi kewarganegaraan merupakan strategi pengajaran IPS yang
berhubungan dengan penanaman tingkah laku, pengetahuan, pandangan, dan nilai
yang harus dimiliki oleh peserta didik. Tingkah laku, pengetahuan, pandangan
dan nilai yang akan diajarkan harus sesuai dengan kekayaan nilai-nilai budaya
yang berkembang di lingkungan peserta didik dan guru yang mengajarkan IPS. Hal
ini dimaksudkan agar nilai-nilai budaya yang ada dalam masyarakat dapat
ditransmisikan dari generasi ke generasi.
Pembelajaran
IPS sebagai transmisi kewarganegaraan merupakan proses pewarisan budaya dalam
suatu masyarakat tertentu. Pewarisan budaya ini merupakan budaya yang memilki
nilai-nilai yang baik dan disepakati oleh masyarakat.
Pembelajaran
IPS model transmisi kewarganegaraan di Amerika Serikat bertujuan membina warga
negara agar dapat memenuhi kewajiban dan tanggung jawab yang baik, taat kepada
hukum, membayar pajak, memenuhi kewajiban belajar, dan memiliki dorongan diri
yang kuat untuk mempertahankan negara (Sumaatmadja,1980). Pembelajaran IPS
sebagai transmisi kewarganegaraan juga merupakan suatu proses pewarisan budaya
dalam suatu masyarakat tertentu. Pewarisan budaya ini tentu merupakan budaya
yang memilki nilai-nilai yang baik dan disepakati oleh masyarakat, sehingga
dapat membentuk warga negara yang dapat memenuhi kewajiban, taat pada hukum,
dan bertanggung jawab dalam pembelaan negara.
Tradisi pembelajaran IPS model transmisi kewarganegaaraan ini, oleh
sebagian ahli dipandang sebagai bentuk proses pendidikan yang statis, bahkan
konservatif. Hal ini dikarenakan di tengah kehidupan masyarakat yang dinamis di
tengah perkembangan dunia yang terus mengalami perubahan, setiap anak manusia
dituntut untuk memiliki kemampuan, pemikiran, dan keterampilan yang lebih luas
dan kompleks. Jika dikaitkan dengan kehidupan masyarakat Indonesia yang sedang
berkembang, maka pembelajaran model transmisi kewarganegaraan ini kurang
relevan. Oleh karena itu, proses pembelajaran IPS yang relevan untuk masyarakat
Indonesia saat ini perlu terus dikembangkan.
- Pembelajaran IPS sebagai Ilmu Sosial
Pembelajaran
IPS sebagai ilmu sosial didasarkan pada asumsi bahwa
peserta
didik dapat berpikir secara kritis, mampu mengobservasi dan
meneliti
seperti apa yang dilakukan oleh ahli ilmu sosial. Tujuan pengajaran IPS sebagai
ilmu sosial adalah menciptakan warga negara yang mampu belajar dan berpikir
secara baik, seperti yang dilakukan oleh ahli ilmu sosial. Cara berpikir
demikian harus menjadi landasan untuk menanggapi, menginterpretasikan dan
menggunakan pengetahuan sosial. Peserta didik harus mampu berpikir sesuai
dengan bidang keilmuan ilmu sosial yaitu berpikir sesuai dengan struktur ilmu
sosial. Cara berpikir demikian penting untuk menyusun generalisasi pada suatu
bidang ilmu sosial dalam rangka memperoleh dan menemukan pengetahuan yang baru.
Dalam hal ini tiap bidang keilmuan memiliki teknik untuk melakukan penelitian
yang memerlukan pengujian suatu hipotesis. Guru yang mengajarkan IPS sebagai
ilmu sosial harus memiliki keyakinan bahwa cara ini merupakan sarana yang baik
untuk mempersiapkan warga negara yang dapat berpikir seperti ahli ilmu sosial.
Mereka dapat merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, melakukan analisa data,
dan dapat menarik simpulan sesuai dengan berbagai bidang keilmuan ilmu sosial.
Dengan demikian, mereka diharapkan dapat menjadi warga negara yang demokratis,
dan dapat berpikir seperti apa yang dilakukan oleh para ahli ilmu sosial.
Kondisi tersebut sesuai dengan keinginan para ahli ilmu sosial bahwa anggota
masyarakat sejak usia muda dapat mengamati dunia sekitarnya melalui penglihatan
seperti ahli ilmu sosial, mengajukan berbagai pertanyaan, dan menerapkan metode
analisis serta konsep-konsep yang digunakan para ahli ilmu sosial. Dengan cara
demikian, para peserta didik dapat memahami struktur dan proses sosial di
sekitarnya. Pembinaan warga negara atau warga manyarakat tidak hanya ditekankan
pada aspek kemampuan intelektuanya, tetapi diseimbangkan dengan aspek kemampuan
emosional dan keterampilannya. Pengajaran IPS yang bersifat akademis terhadap
ilmu sosial seperti digambarkan di atas seolah olah tidak memperhatikan aspek
emosional, sementara kehidupan bermasyarakat sarat dengan ungkapkan dan
gejala-gejala sosial yang
bersifat
emosional.
- Pembelajaran IPS sebagai Inkuiri Reflektif
Sebelum meninjau pembelajaran IPS sebagai inkuiri reflektif, terlebih
dahulu akan dibahas apa yang dimaksud dengan inkuairi reflektif agar mudah
memahami bahasan selanjutnya.
Inkuiri
dalam bahasa Indonesia berarti pertanyaan atau pemeriksaan, sedangkan inkuiri
pada konteks IPS tidak hanya berarti pertanyaan atau pemeriksaan, tetapi lebih
luas dari pada pengertian tersebut. Sehubungan
dengan itu, John Jarolimek mengemukakan hal berikut.
The Major goal of
inquiry oriented teaching is to develop in pupils those attitudes and skills
that will enable them to be independent problem solvers. This involves more
than simply knowing where to go to get needed information. It requires an
attitude of curiosity, the ability to anylize a problem, the ability to make
and test “hunches” (hypotheses), and the ability to use information in
validating conclusion, inquairy always involves a search for information that
is problem related, such problem being in part generated by the pupils
themselves.
Jadi, pengertian inkuiri tidak hanya terbatas pada pertanyaan atau
pemeriksaan, tetapi meliputi pula proses penelitan, keingintahuan, analisis
sampai dengan penarikan simpulan tentang hal-hal yan diperiksa atau diteliti.
Dalam rangka pengajaran IPS, wawasan inkuiri ini diarahkan kepada kemampuan
peserta didik dalam berpikir kritis dan menjadi orang yang secara bebas dapat
memecahkan sendiri masalah yang dihadapinya. Berkenaan dangan inkuiri ini,
James L. Barth & S.Samuel Shomis juga mengemukakan penjelasan sebagai
berikut:
Inquiry as a method
means that a teacher & his student will identify a problem that is of
considerable concern to them and to our society and that relevant facts &
values will be examined in the light of criteria.
Pada penjelasan ini, pengertian inkuiri juga meliputi
pengidentifikasianmasalah sosial yang harus ditelaah. Jadi, proses inkuiri
merupakan prosesbepikir yang lebih kritis dan lebih mendalam. Dalam kaitannya
dengan haltersebut, yang dimaksudkan dengan inkuiri reflektif adalah proses
berpikiryang mendalam dan merefleksikan pengalaman, atau dengan perkataan
laindapat dikatakan sebagai proses merenung. Oleh karena itu, proses inkuairi
reflektif
atau berpikir dan merenung tidak hanya berpikir untuk memeriksaatau meneliti
sesuatu persoalan, tetapi berhubungan pula dengan sikappenilaian pengungkapan
pengalaman. Konsep inkuiri reflektif yang diterapkan pada IPS sebagai inkuiri
reflektifdiambil dari filsafat John Dewey yang mulai berkembang pada permulaanabad
ke-20. Kunci proses inkuiri reflektif tardapat pada konsep-konsep, minat,
nilai, berpikir kritis, dan terlibat ke dalam ha-hal yang janggal di sekitar.
Pembelajaran IPS sebagai inkuiari reflektif berlangsung ketika peserta didik
dilibatkan ke dalam suasana kehidupan yang nyata, yang penuh dengan persoalan
yang harus diteliti dan dipikirkan secara kritis. Peserta didik dilatih untuk
membuat suatu keputusan tentang hal-hal yang berkenaan dengan kebijakan dan
kehidupan demokrasi, mereka harus mampu mengelola dirinya sendiri, serta mampu
berlaku dan bertindak sebagai anggota masyarakat. Pengajaran IPS sebagai
inkuiri reflektif atau sebagai proses penelaahan dan pemikiran yang mendalam,
merupakan teknik atau strategi pembelajaran yang bermanfaat dalam membina
peserta didik menjadi kritis, kreatif, dan mampu memecahkan masalah yang
dihadapinya. Secara lebih jauh lagi, peserta didik dapat diarahkan mampu
membuat keputusan yang berkaitan dengan hal-hal yang dialaminya sehari-hari.
Dengan demikian, model pembelajaran inkuairi merupakan salah satu model yang
tepat untuk menciptakan manusia sebagai cendekia.
A.
Latihan
Kerjakan secara individu tugas
berikut ini. Bacalah uraian materi pada bab ini tentang tiga tradisi
pembelajaran IPS yang telah diuraikan di atas. Kemudian bandingkan dengan
tradisi pembelajaran IPS yang telah dan sedang berlansung di Indonesia.
Tentukan model atau tradisi yang dominan dilakukan dalam pembelajaran IPS di
Indonesia. Buatlah hasil analisis
saudara dalam bentuk laporan tertulis.
D. Rangkuman
Ide IPS pertama kali muncul di Amerika Serikat yang adopsi dari nama sebuah
lembaga yang bernama committe of social studies. Latar belakang Lahirnya
IPS dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu aspek sosiologis dan aspek pedagogis.
Aspek sosiologis dilatarbelakangi oleh kondisi sosial masyarakat yang mengalami
ketidakstabilan, bahkan kekacauan. Hal ini nampak pada pola interaksi antar
lapisan masyarakat yang tidak harmonis, yang digambarkan dengan kehidupan kaum
buruh dengan sesama buruh dan antara kaum buruh dengan majikan yang
mempekerjakan mereka dalam masyarakat Inggris sebagai dampak dari revolusi
industri. Berbeda dari aspek sosiologis, aspek pedagogik lebih menekankan upaya
mengatasi pembelajaran ilmu sosial yang belum menyentuh kehidupan riil peserta
didik karena sifat ilmiah yang dimiliki oleh ilmu tersebut. Latar belakang
sosiologis dan pedagogis tersebut kemudian melahirkan tiga tradisi pembelajaran
IPS, yang masing-masing dengan urgensi yang berbeda. Ketiganya adalah 1) pembelajaran
IPS sebagai transmisi kewarganegaraan, 2) pembelajaran IPS sebagai ilmu sosial,
3) pembelajaran IPS sebagai inkuiri yang reflektif. Demikian juga yang terjadi
di Amerika Serikat menggambarkan kondisi masyarakat yang kental dan lekat
dengan segregasi sosial. Keadaan yang demikian itulah yang melatarbelakangi
munculnya IPS sebagai solusi dari masalah yang dihadapi masyarakat pada waktu
itu.
D. Penilaian
1. Uraikan latar belakang lahirnya IPS ! (bobot
30)
2. Analisis perkembangan IPS di Indonesia! (bobot 40)
3. Diskripsikan tiga tradisi pembelajaran IPS !
(bobot 30)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar